Selasa, 29 September 2009

TUGAS DAN PENYUSUNAN KRITERIA PENILAIAN (RUBRIK)

Sebagaimana telah diungkap pada konten penilaian kinerja (performance assessment), bahwa performance assessment terdiri dari tasks (tugas) dan rubrik. Tugas-tugas (tasks) dapat berupa suatu proyek, pameran, portofolio atau tugas-tugas yang mengharuskan siswa memperlihatkan kemampuan menangani hal-hal yang kompleks melalui penerapan pengetahuan dan keterampilan tentang sesuatu dalam bentuk yang paling nyata (real world applications). Sedangkan kriteria atau rubrik merupakan panduan untuk memberi skor, jelas dan disepakati oleh guru/dosen dan mahasiswa/siswa.
Tugas-tugas assessmen kinerja dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk:
Computer adaptive testing (sepanjang tidak berbentuk tes objektif), yang menuntut peserta tes untuk mengekspresikan diri sehingga dapat menunjukkan tingkat kemampuan yang nyata.
Tes pilihan ganda yang diperluas, yaitu bentuk tes objektif ini dapat digunakan apabila tes tidak sekadar memilih jawaban yang dianggap benar. Tes ini harus menuntut siswa berpikir tentang alasan mengapa memilih jawaban tersebut sebagai jawaban yang benar.
Extended-response atau open ended question dapat juga digunakan asal tidak hanya menuntut adanya satu jawaban ”benar” yang terpola.
Group performance assessment, yaitu tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa secara berkelompok.
Individual performance assessment yaitu tugas-tugas individual yang harus diselesaikan secara mandiri.
Interview, yaitu siswa harus merespons pertanyaan-pertanyaan lisan dari asesor.
Nontraditional test item yaitu butir soal yang tidak bersifat obyektif tetapi merupakan suatu perangkat respon yang mengharuskan siswa memilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Observasi, meminta siswa melakukan suatu tugas. Selama melaksanakan tugas tersebut siswa diobservasi baik secara terbuka maupun tertutup. Observasi dapat pula dilakukan dalam bentuk observasi partisipatif.
Portofolio, satu kumpulan hasil karya siswa yang disusun berdasarkan urutan waktu maupun urutan kategori kegiatan.
Project, exhibition, or demonstration yaitu penyelesaian tugas-tugas yang kompleks dalam suatu jangka waktu tertentu yang dapat memperlihatkan penguasaan kemampuan sampai pada tingkatan tertentu.
Short answer, open-ended menuntut jawaban singkat mahasiswa, tetapi bukan memilih jawaban dari sederat kemungkinan jawaban yang telah disediakan.

Kriteria Penilaian (Rubrik)
Rubric is a scoring tool that lists the criteria for piece of work, or what counts (Andrade, 1997). Sedangkan American Association for the Advancement of Science membuat definisi yang hampir sama dengan di atas, yaitu: “a rubric is a scoring guide that differentiates, on an articulated scale, among a group of simple behaviours, or evidences of thought that are responding to the same prompt”.
Secara singkat rubrik terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
dimensi, yang akan dijadikan dasar menilai kinerja siswa;
definisi dan contoh, yang merupakan penjelasan mengenai setiap dimensi;
skala yang akan digunakan untuk menilai dimensi;
standar untuk setiap kategori kinerja.

Rubrik adalah pedoman penskoran. Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang mana.
Rubrik holistik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan kesan keseluruhan atau kombinasi semua kriteria. Untuk rubrik seperti ini, salah satu contoh penyebutan yang digunakan adalah tingkat 1 (tidak memuaskan), tingkat 2 (cukup memuaskan dengan banyak kekurangan), tidak 3 (memuaskan dengan sedikit kekurangan) dan tingkat 4 (superior) atau tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3 (masing-masing dengan sebutan yang sama).

Berikut ini adalah contoh rubrik holistik skala 4 secara umum.
Tingkat (Level) Kriteria Umum
4 (Superior) Menunjukkan pemahaman yang lebih terhadap konsep-konsep
Menggunakan strategi-strategi yang sesuai
Komputasinya (perhitungan) benar
Penjelasan patut dicontoh
Diagram/tabel/grafik tepat (sesuai dengan permintaan)
Melebihi pemecahan masalah yang diiginkan
3 (Memuaskan dengan sedikit kekurangan) Menunjukkan pemahaman terhadap konsep-konsep
Menggunakan strategi yang sesuai
Komputasi sebagian besar benar
Penjelasan efektif
Diagram/tabel/grafik sebagian besar tepat
Memenuhi semua pemecahan masalah yang diinginkan
2 (Cukup memuaskan dengan banyak kekurangan) Menunjukkan pemahaman terhadap sebagian besar konsep-konsep
Tidak menggunakan strategi yang sesuai
Komputasi sebagian besar benar
Penjelasan memuaskan
Diagram/tabel/grafik sebagian besar tepat
Memenuhi sebagian besar pemecahan masalah yang diinginkan
1 (Tidak memuaskan) Menunjukkan sedikit atau tidak ada pemahaman terhadap konsep-konsep
Tidak menggunakan strategi yang sesuai
Komputasi tidak benar
Penjelasan tidak memuaskan
Diagram/tabel/grafik tidak tepat
Tidak memenuhi pemecahan masalah yang diinginkan
Contoh rubrik analitik untuk rubrik penilaian presentasi siswa
Skala

Kriteria/Sub Kriteria 1 2 3 4
1. Kejelasan presentasi
Sistematika dan organisasi
Bahasa yang digunakan
Suara
2. Pengetahuan
Penguasaan materi presentasi
Memberi contoh-contoh yang relevan
Dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi presentasi
3. Penampilan
Presentasi menarik, menggunakan alat-alat bantu dan media yang sesuai
Kerapian, kesopanan dan rasa percaya diri

Membuat Rubrik
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat rubrik penilaian unjuk kerja yaitu:
Jenis kriteria
Pada mata pelajaran matematika, kriteria yang selalu diperhatikan adalah pemahaman konsep, pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi. Apakah siswa memperlihatkan bahwa mereka sudah memahami konsep baik melalui pemecahan masalah atau melalui kesalahan yang dilakukan? Apakah dibutuhkan rencana atau strategi untuk memecahkan masalah? Sudahkah siswa mengorganisasi semua informasi yang diketahui? Apakah cara yang digunakan sistematis dan rapi? Bisakah pembaca mengikuti alasan yang diberikan?
Disamping kriteria-kriteria di atas, apa lagi yang penting? Bagaimana dengan komputasi (perhitungan). Apakah jawaban yang diberikan sudah benar? Apakah kesalahan perhitungan hanya sedikit atau besar? Apakah semua jawaban yang mungkin sudah diungkapkan siswa?
Perlu juga dipertimbangkan bahwa terlalu banyak kriteria yang dipertimbangkan akan banyak memakan waktu untuk penyekoran. Tetapi jika kriteria yang diinginkan terlalu sedikit, mungkin hasil yang diperoleh tidak akan cukup untuk memberikan informasi dalam memperbaiki unjuk kerja siswa.
Sub kriteria
Seringkali beberapa kriteria memiliki beberapa kategori yang disebut sub kriteria. Sebagai contoh, jika seorang siswa membuat presentasi sebagai bagian dari tugas yang diselesaikan maka kriteria penilaian dapat berupa “kualitas presentasi” dengan sub kriterianya bisa berupa “kejelasan dalam menyajikan”, “orisinal dan kesungguhan” dan “keterlibatan semua anggota kelompok”.
Skala penilaian
Dalam menentukan skala yang digunakan ada hal-hal penting yang harus diperhatikan seperti berikut ini:
Tujuan penilaian. Ini akan mempengaruhi banyaknya angka pada skala penilaian. Jika rubrik digunakan untuk melihat kemajuan atau perkembangan siswa, maka angka pada skala akan lebih banyak daripada rubrik yang digunakan untuk penilaian saja. Rubrik yang digunakan untuk perkembangan akan mencerminkan jangkauan usia siswa. sebagai contoh adalah rubrik keterampilan menggambar grafik yang dikembangkan untuk siswa TK sampai siswa kelas XII akan sangat disarankan memuat 10 angka. Untuk siswa TK sudah dianggap baik sekali apabila dapat mencapai tingkat 2 tetapi kalau siswa SMA kelas X yang mencapai tingkat ini tentu tidak sesuai dengan tingkatannya.
Ganjil atau genap. Untuk tujuan penilaian, umumnya skala genap lebih disarankan. Skala ganjil memuat nilai tengah yang nyata. Penilai yang ragu-ragu cenderung untuk memberi nilai angka tengah. Skala genap tidak memiliki angka tengah. Dalam hal ini penilai harus membuat keputusan untuk memberi penilaian yang pasti. Skala penilaian yang disarankan adalah skala 4 (0 – 3 atau 1 – 4) atau skala 6 (0 – 5 atau 1 – 6). Perlu dipertimbangkan bahwa semakin besar skala akan banyak memakan waktu untuk melakukan penilaian.
Membagi skala untuk batasan memenuhi dan tidak memenuhi
Sangat penting untuk menentukan batasan yang memenuhi dan tidak memenuhi. Pada skala 5, misal 1 – 5, mudah menentukan batasan memenuhi dan tidak memenuhi. Skala 1 dan 2 dapat dianggap sebagai unjuk kerja yang tidak memenuhi, skala 3 dianggap unjuk kerja yang cukup memenuhi, skala 4 adalah unjuk kerja yang baik dan skala 5 adalah unjuk kerja yang sangat baik. Namun untuk skala 4, skala antara yang memenuhi dan tidak memenuhi perlu dipikirkan masak-masak.
Sebutan untuk setiap tingkat
Sehubungan dengan keperluan untuk mendefinisikan batasan antara memenuhi dan tidak memenuhi adalah penyebutan untuk setiap tingkat. Pada skala 4, contoh sebutan ini adalah “tingkat 1”, “tingkat 2”, “tingkat 3”, dan “tingkat 4”. Selain itu sebutan dapat juga diungkapkan dengan kata-kata yang positif seperti “pemula”, “mampu”, “baik”, dan “sangat baik” atau kata-kata lain yang sejenis.
Deskripsi untuk tingkat penampilan yang berbeda
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan tingkat penampilan yaitu:
Bahasa yang digunakan. Kata-kata yang digunakan harus deskriptif dan tidak komparatif. Sebagai contoh kata-kata “rata-rata” haruslah dihindari.
Deskripsi semua subkriteria. Jika kriteria memuat subkriteria maka tiap-tiap subkriteria harus dideskripsikan dengan jelas. Sebagai contoh jika kriteria presentasi memuat ketepatan, orisinalitas dan keterlibatan setiap anggota kelompok, maka deskripsi penampilan tiap-tiap tingkat harus meliputi semua subkriteria tadi.
Menghitung skor
Berdasarkan rubrik yang sudah dibuat dapat dinilai tugas unjuk kerja yang dikerjakan siswa. skor yang diperoleh masih harus dirubah dulu dalam skala angka yang ditetapkan (misal dalam bentuk 0 – 100). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
Bobot pertanyaan. Apakah bobot dari masing-masing pertanyaan sama atau berbeda?
Cara menghitung. Bagaimana mengitung nilai dari semua skor yang diperoleh?
Untuk hal ini, dapat dijelaskan dengan contoh rubrik penilaian presentasi siswa berikut:
Kriteria yang dinilai adalah: kejelasan presentasi, pengetahuan dan penampilan yang mempunyai sub-sub kriteria seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Skala penilaian adalah skala 4 angka dengan penyebutan tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3, dan tingkat 4. jika presentasi dilakukan oleh kelompok maka kriteria penilaian dapat ditambah, misalkan kriteria keterlibatan (kontibusi) dalam kelompok dengan sub kriteria yang berkaitan dengan kriteria itu.
Misalkan dianggap bahwa pengetahuan adalah kriteria yang terpenting dalam penilaian tersebut maka penilaian diberi bobot 2 sedangkan yang lainnya hanya diberi bobot 1. misalkan siswa yang bernama Gunawan melakukan presentasi dan diberi nilai berdasarkan rubrik tersebut sebagai berikut.
Skala

Kriteria/Sub Kriteria 1 2 3 4 Skor
1. Kejelasan presentasi (bobot 1)
Sistematika dan organisasi
Bahasa yang digunakan
Suara
X
X
X
3
3
3
2. Pengetahuan (bobot 2)
Penguasaan materi presentasi
Memberi contoh-contoh yang relevan
Dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi presentasi
X
X

X

4
4

4
3. Penampilan (bobot 1)
Presentasi menarik, menggunakan alat-alat bantu dan media yang sesuai
Kerapian, kesopanan dan rasa percaya diri




4


4
4


4
Jumlah skor 29
Skor maksimum 44
Nilai 66

Penjelasan:
Skor yang diperoleh = tingkat x bobot
Skor untuk kejelasan presentasi = (3 x 1) + (3 x 1) + (3 x 1) = 9
Skor untuk pengetahuan = (2 x 2) + (2 x 2) + (2 x 2) = 12
Skor untuk kejelasan presentasi = (4 x 1) + (4 x 1) = 8
Skor total = 29
Skor maksimum = 12 + 24 + 8 = 44
Nilai Gunawan jika dikonvensikan ke skala 0 – 100 adalah 29/44 x 100 = 65,91 = 66.

PERFORMANCE ASSESSMENT

PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT)


Definisi:
Danielson S. A Collection of Performance Task And Rubriks. http://www.assesment.com/Danielson/ 10/4/2006, mendefinisikan penilaian unjuk kerja sebagai “Performance assesment means any assesment of student learning that requires the evaluation of student writing, product, or behavior. That is, it includes all assesment with the exeption of multiple choice, matching, true/false testing, or problem with a single correct answer”.(penilaian unjuk kerja adalah penilaian belajar siswa yang meliputi semua penilaian dalam bentuk tulisan, produk atau sikap kecuali bentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau jawaban singkat.
Fitzpatrick dan Morison (1971) berpandangan bahwa penilaian kinerja (performance assessment) sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang begitu besar dengan tes lainnya yang dilaksanakan di dalam kelas, hal ini menurut mereka tergantung dari sejauhmana tes itu dapat mensimulasikan situasi dari kriteria-kriteria yang diharapkan.
Trespeces (1999) mengatakan bahwa “performance assessment” adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Jadi boleh dikatakan bahwa “performance assessment” adalah suatu penilaian yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Wangsatorntanakhum (1997) menyatakan bahwa assessment kinerja terdiri dari dua bagian yaitu “clearly defined task and a list of explicit criteria for assessing student performance or product”. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa assessment kinerja diwujudkan berdasarkan “empat asumsi” pokok, yaitu: 1) performance assessment didasarkan pada partisipasi aktif mahasiswa/siswa, 2) tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh siswa/mahasiswa yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, 3) performance assessment tidak hanya untuk mengetahui posisi siswa pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu, assessment juga dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri, dan 4) dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, siswa akan secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Seringkali “performance assessment” ini dikaitkan dengan suatu kriteria yang diinginkan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dikenal dengan nama “Authentic Assessment (penilaian autentik)” Jadi pengertian dari “authentik assessment” ini selalu melibatkan peserta tes di dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari.

Karakteristik Penilaian Kinerja
Performance assessment memiliki karakteristik dasar yaitu : 1) peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan), misalnya melakukan eksperimen untuk mengetahui tingkat penyerapan dari kertas tisue, 2) produk dari performance assessment lebih penting daripada perbuatan (performan)-nya. (Maertel, 1992)
Dalam hal memilih, apakah yang akan dinilai itu produk atau performance (perbuatan) tergantung pada karakteristik domain yang diukur (Messirh, 1994). Dalam bidang seni misalnya, seperti acting dan menari, perbuatan dan produknya sama penting, tetapi dalam creative writing mengukur produk adalah fokus yang utama.

Bagaimana mengetahui kualitas penilaian kinerja?
Untuk mengetahui apakah penilaian kinerja (performance assessment) dapat dianggap berkualitas atau tidak, terdapat tujuh kriteria yang perlu diperhatikan oleh evaluator. Ketujuh kriteria ini sebagaimana diungkap oleh Popham (1995) yaitu:
Generability : apakah kinerja peserta tes (students performance) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain? Semakin dapat digeneralisasikan tugas-tugas yang diberikan dalam rangka penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (”performance assessment) tersebut, dalam artian semakin dapat dibandingkan dengan tugas yang lainnya maka semakin baik tugas tersebut. Hal ini terutama dalam kondisi bila peserta tes diberikan tugas-tugas dalam penilaian keterampilan (performance assessment) yang berlainan.
Authenticity: apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari?
Multiple foci: apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan-kemampuan yang diinginkan (more than one instructional outcomes)?
Teachability: apakah tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha mengajar guru di kelas? Jadi tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat diajarkan guru di dalam kelas.
Fairness: apakah tugas yang diberikan sudah adil (fair) untuk semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan tidak ”bias” untuk semua kelompok jenis kelamin, suku bangsa, agama, atau status sosial ekonomi.
Feasibility: apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruangan (tempat), waktu, atau peralatannya?
Scorability: apakah tugas yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliabel? Karena memang salah satu yang sensitif dari penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) adalah penskorannya.

Langkah-Langkah Penilaian Kinerja

Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian kinerja (performance assessment) adalah:
Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir (output) yang terbaik.
Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir (output) yang terbaik.
Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas.
Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan.
Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati
Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria-kriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan.
Untuk menjaga obyektifitas dan keadilan (fair) sebaiknya penilai atau evaluator lebih dari satu orang sehingga penilaian mereka menjadi lebih valid dan reliabel.

Masalah Validitas, Reliabilitas dan Fairness

a. Validitas
Kompleksnya tugas dan kemampuan yang akan diukur dalam performance assessment dapat menimbulkan masalah dalam penskoran dan keterwakilannya domain yang hendak diukur.
Suatu tugas dalam penilaian unjuk kerja atau kinerja yang kompleks tentunya memerlukan proses penilaian yang kompleks juga, dan sebaliknya ada tugas yang memerlukan lebih dari satu kemampuan, seperti kompetensi bahasa dan kemampuan matematik. Problem soalnya dalam matematika memerlukan domain pengetahuan yang relevan dan keterampilan dalam menggunakan informasi tentang komponen-komponen kemampuan yang akan diukur. Selain penskorannya juga harus direview untuk melihat sejauhmana penskoran tersebut sudah mencakup kemampuan yang kompleks.

b. Reliabilitas
Masalah reliabilitas juga menjadi pertanyaan pokok dalam penilaian unjuk kerja, yaitu sejauhmana skor siswa dapat merefleksikan kemampuan siswa yang sebenarnya (true ability) dan bukan akibat dari kesalahan pengukuran. Tujuan dari pengembang tes adalah mendesain penulisan, membuat kondisi pelaksanaan tes dan penskorannya tidak terhambat pada situasi yang tidak berkembang dengan kemampuan yang hendak diukur. Masalah pada penilaian performance biasanya adalah:
penskoran (rating) dari pemberi skor performance assessment.
Siswa tidak mengenali alat-alat performance assessment yang dimanipulasi.
Siswa tidak mengenal topik yang ditingkatkan dalam performance assessment.
Akan tetapi kesalahan yang disebabkan oleh penskor (rater) dapat diminimalkan apabila pedoman penskoran performance asssessment dibuat & didefinisikan sebaik mungkin dan juga sebelum dimulai penskoran diadakan pelatihan penskoran (rater) terlebih dahulu.

c. Fairness
Permasalahan yang berhubungan dengan fairness dalam performance assessment adalah 1) perbandingan dalam penulisan, 2) ketersediaan alat-alat yang diperlukan, 3) kesempatan untuk belajar atau berlatih. Apabila tugas dalam performance assessment ada beberapa pilihan, maka harus ada bukti validitas perbandingan dari tugas-tugas tersebut.

Sumber Kesalahan Penskoran dalam Penilaian Kinerja
Masalah utama dalam penilaian kinerja adalah masalah penskorannya. Dikarenakan banyak factor yang mempengaruhi pada hasil penskoran penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment). Masalah penskoran pada penilaian keterampilan atau penilaian kinerja lebih kompleks daripada penskoran pada bentuk soal uraian.
Popham (1995) menguraikan tiga sumber utama kesalahan penskoran penilaian kinerja, yaitu:
Masalah dalam instrument: instrumen pedoman penskoran tidak jelas sehingga sukar digunakan oleh penilai. Selain itu komponen-komponen yang harus dinilainya juga sukar untuk diskor, umumnya karena komponen-komponen tersebut sukar untuk diamati (unobservable). Hal yang demikian tentunya akan mengakibatkan hasil penskoran yang tidak valid, dan tidak akurat (tidak reliabel).
Masalah prosedural: prosedur yang digunakan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja tidak baik sehingga juga mempengaruhi hasil penskoran. Masalah yang biasanya terjadi adalah penskor (rater) harus menskor komponen-komponen yang terlalu banyak. Bagi penskor sebenarnya semakin sedikit komponen yang harus dinilai semakin baik, tetapi pembuat pedoman penskoran tetap harus membuat pedoman penskoran yang dapat mewakili semua komponen-komponen penting yang mempengaruhi kualitas hasil akhir. Masalah lain dari prosedur ini adalah umumnya penskor (rater) hanya satu orang, sehingga sukar untuk dapat membandingkan hasil pertimbangan (adjustment) penskoran dengan orang lain.
Masalah penskor yang bias: penskor (rater) cenderung untuk sukar menghilangkan masalah, ”personal bias”. Sewaktu menskor hasil pekerjaan peserta tes ada kemungkinan penskor (rater) mempunyai masalah ”generosity error” artinya penskor cenderung memberi nilai yang tinggi-tinggi, walaupun kenyataan yang sebenarnya hasil pekerjaan peserta tes tidak baik. Kemungkinan juga penskor mempunyai masalah ”severity error” artinya penskor cenderung memberi nilai yang rendah-rendah, walaupun kenyataannya hasil pekerjaan peserta tes tersebut baik. Kemungkinan lain penskor juga cenderung dapat memberi nilai yang sedang-sedang saja, walaupun pada kenyataannya hasil pekerjaan peserta tes ada yang baik dan ada yang tidak baik. Masalah lain adalah adanya kemungkinan penskor tertarik atau simpati pada peserta tes sehingga sukar baginya untuk memberi nilai yang objektif (hallo efect)

Rubrik Penilaian
Konten ini dapat anda baca di konten dengan judul ”Tugas dan Penyusunan Kriteria Penilaian (Rubrik)” di www.forumpenelitian.blogspot.com/tugas+dan+penyusunan+penilaian+rubrik

Bahan bacaan:
Popham, W. James. 1995. Classroom Assessment: What Teacher Need to Know. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon, A Simmon & Schuster Company.
Danielson S. A Collection of Performance Task And Rubriks. http://www.assesment.com/Danielson/ 10/4/2006
Nitco, A.J. & Hsu. T. 1996. Teacher’s Guide to Better Classroom Testing A Judgemental Approach. Jakarta: Madecor Career System and Pusat Pengembangan Agribisnis.

Senin, 21 September 2009

KEAKURATAN BELAHAN OTAK MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS UNIVERSITAS MATARAM DALAM MENGIDENTIFIKASI TOPIK KELOMPOK KATA BAHASA INGGRIS

By
Arifuddin


ABSTRAK
Secara teori, keterampilan menyimak berkaitan erat dengan keakuratan belahan otak. Belahan otak kiri memiliki spesialisasi dalam melakukan analisis, sedangkan belahan otak kanan berfungsi untuk mengenali objek secara holistik. Penelitian ini berfokus pada masalah yaitu: 1) Apakah ada perbedaan signifikan antara belahan kanan, kiri, kanan-kiri pada mahasiswa dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran?; 2) Apakah ada perbedaan signifikan antara mahasiswa perempuan dan laki-laki dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran?; 3) Apakah terjadi interaksi secara signifikan antara keterlibatan belahan otak dengan jenis kelamin dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran?; 4) Apa alasan mahasiswa lebih memilih menggunakan telinga kiri atau kanan? Enam puluh orang mahasiswa diteliti untuk mengetahui pengaruh belahan otak, dan study ini dirancang secara eksperimental. Data tentang keakuratan dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran dikumpulkan dengan menggunakan tes. Sedangkan data tentang pilihan mahasiswa dikumpulkan dengan teknik wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varians Dua Jalur, sedangkan pilihan penggunaan telinga kiri atau kanan dianalisis menggunakan analisis Chi-kwadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Ada perbedaan signifikan antara belahan kanan, kiri, kanan-kiri pada mahasiswa dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran; 2) Ada perbedaan signifikan antara mahasiswa yang perempuan dan laki-laki dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran; 3) Ada interaksi secara signifikan antara keterlibatan belahan otak dengan jenis kelamin dalam mengidentifikasi topik kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran; 4) Alasan mahasiswa lebih memilih menggunakan telinga kiri adalah: untuk kejelasan suara, konsentrasi, reliabilitas, dan kebiasaan.
Hasil penelitian ini mendorong upaya lanjut agar: 1) dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keakuratan identifikasi kelompok kata bahasa Inggris yang berasosiasi pendengaran berbasis pada jenis kelamin; 2) perlu dukungan sosiokultural dalam mengimplementasikan pembelajaran menyimak berbasis spesialisasi belahan otak; dan 3) perlu penyediaan sarana pembelajaran agar terjadi optimalisasi kapasitas linguistik mahasiswa.

Kata Kunci: kekuaratan belahan otak, topik kelompok kata bahasa Inggris berasosiasi pendengaran

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP NEGERI 2 SINGARAJA

Oleh
Ketut Arya


ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh model pembelajaran, yaitu pembelajaran berbasis portofolio dan pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar konsep diri siswa.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Singaraja pada siswa kelas VII semester II Tahun Pelajaran 2004/2005. Rancangan penelitian yang digunakan ”The Post-test Only Control-Group Design”, melibatkan 82 siswa kelas VII SMP yang diperoleh dengan teknik simple random sampling. Dengan teknik ini ditetapkan satu kelas sebagai kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran berbasis portofolio dan satu kelas sebagai kelas kontrol diberikan pembelajaran langsung. Data mengenai konsep diri siswa dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner konsep diri, dan data mengenai prestasi belajar fisika dikumpulkan dengan menggunakan tes prestasi belajar fisika. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan statistik inferensial mempergunakan analisis multivariat.

STUDI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PARA KEPALA SEKOLAH PEREMPUAN DAN IMPLEMENTASI DIMENSI SOSIOKULTURAL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MORAL KERJA GURU

Oleh
Ni Putu Winanti


ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan rancangan ex post facto. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis (1) hubungan antara kepemimpinan transformasional para kepala sekolah perempuan dan moral kerja guru, (2) hubungan antara implementasi dimensi sosikultural para kepala sekolah perempuan dan moral kerja guru, (3) hubungan secara bersama-sama antara kepemimpinan transformasional para kepala sekolah perempuan dan implementasi dimensi sosiokultural para kepala sekolah perempuan dan moral kerja guru. Populasi penelitian sebanyak 613 orang. Mereka adalah para guru pada sekolah-sekolah yang pemimpinnya seorang perempuan. Besar sampel 283 orang guru yang ditetapkan dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket model skala likert. Untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel, maka instrumen penelitian diujicobakan terlebih dahulu. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan model analisis regresi sederhana, regresi ganda, dan korelasi parsial. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif serta signifikan antara kepemimpinan transformasional para kepala sekolah perempuan dan moral kerja guru, ada hubungan yang positif serta signifikan antara implementasi dimensi sosikultural dan moral kerja guru, dan ada hubungan yang positif serta signifikan secara bersama-sama antara kepemimpinan transformasional para kepala sekolah perempuan dan implementasi dimensi sosiokultural dan moral kerja guru pada sekolah dasar di Denpasar Timur.

Kata Kunci: kepemimpinan transformasional, dimensi sosiokultural, dan moral kerja.

PENGARUH ASESMEN PORTOFOLIO TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS NARATIF BAHASA INGGRIS (Eksperimen pada Siswa SMA Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 05/06

Oleh
Ni Nengah Sumaratih


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan menulis siswa yang mengikuti pembelajaran berpendekatan proses dengan penilaian portofolio dan konvensional. Populasi penelitian ini meliputi seluruh siswa SMA Negeri 1 Singaraja. Besaran sampel adalah 72 orang siswa yang direkrut menggunakan teknik sampling acak sederhana. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen pengukuran pasca dua kelompok. Data dikumpulkan menggunakan tes kemampuan menulis teks naratif. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik, baik deskriptif maupun inferensial. Untuk menemukan perbedaan dari dua kelompok, maka data dianalisis menggunakan uji-t.

ANALISIS FAKTOR PENENTU KEMAMPUAN MANAJERIAL ALUMNI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN (DIKLATPIM) TINGKAT III DAN TINGKAT IV BADAN DIKLAT BALI

Oleh
Anny Pratiwi


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara sikap peserta diklat, kompetensi widyaiswara, dan strategi pembelajaran dengan kemampuan manajerial alumni diklatpim tingkat III dan tingkat IV Badan Diklat Daerah Provinsi Bali, baik secara simultan maupun terpisah serta perbedaan kemampuan manajerial alumni diklat antara yang laki-laki dan perempuan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua alumni diklatpim tingkat III dan tingkat IV Badan Diklat Daerah Provinsi Bali tahun 2004 yang berjumlah 160 orang. Sebanyak 133 orang diambil sebagai sampel dengan teknik proportional stratified random sampling. Penelitian ini menggunakan rancangan ek-post facto yang melibatkan tiga variabel bebas yakni sikap peserta terhadap diklat, kompetensi widyaiswara, dan strategi pembelajaran; satu variabel terikat, yakni kemampuan manajerial alumni; serta variabel moderator adalah jenis kelamin. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan model skala Likert. Data dianalisis dengan analisis regresi dan t-tes.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan pada (1) sikap peserta terhadap diklat dengan kemampuan manajerial alumni diklat, (2) kompetensi waidyaiswara dengan kemampuan manajerial alumni diklat, (3) strategi pembelajaran dengan kemampuan manajerial alumni diklat, (4) sikap peserta terhadap diklat, kompetensi widyaiswara, dan strategi pembelajaran secara bersama-sama dengan kemampuan manajerial alumni diklatpim tingkat III dan tingkat IV Badan Diklat Daerah Provinsi Bali, serta (5) tidak terdapat perbedaan kemampuan manajerial antara alumni diklat laki-laki dan perempuan.

Kata Kunci: kemampuan manajerial alumni, sikap peserta terhadap diklat, kompetensi widyaiswara, strategi pembelajaran.

ANALISIS TES BAHASA INDONESIA DITINJAU DARI SEGI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN INTEGRATIF PADA SISWA KELAS I SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI UBUD

Oleh
Ni Putu Parmini


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas tes formatif dan sumatif ditinjau dari pendekatan komunikatif dan integratif, serta mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru bahasa Indonesia dalam menyusun tes yang baik. Penelitian ini dilakukan pada kelas I SMA Negeri Ubud tahun ajaran 2004/2005. penelitian ini merupakan studi evaluatif yang datanya dikumpulkan melalui studi dokumen dan teknik wawancara. Data tentang kualitas tes dikumpulkan dari dokumen tes buatan guru, sedangkan data tentang hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyusunan tes dikumpulkan lewat teknik wawancara terstruktur. Data yang diperoleh dikaji kebersesuaiannya berdasarkan aspek-aspek kompetensi sesuai dengan dimensi-dimensi pendekatan komunikatif dan integratif. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif interpretatif.
Hasil analisis data menunjukkan sebagai berikut: 1) tes formatif dan sumatif lebih dominan mengukur kompetensi gramatika; 2) tes formatif sebagian digunakan untuk mengukur kompetensi penggunaan saluran berbahasa lisan; 3) tes sumatif sepenuhnya mengukur kompetensi penggunaan saluran berbahasa secara tertulis; dan 4) kendala yang umumnya dihadapi oleh guru bahasa Indonesia dalam menyusun tes formatif dan sumatif adalah: rendahnya wawasan dan kemampuan dalam menyusun tes yang mencerminkan pendekatan komunikatif dan integratif
Beranjak dari kurangnya wawasan dan kemampuan guru dalam menyusun tes, maka disarankan agar guru-guru mengikuti pelatihan untuk menambah wawasan dan kemampuan dalam menyusun tes formatif dan sumatif yang sesuai dengan pendekatan komunikatif dan integratif.

Kata Kunci: tes formatif dan sumatif, pendekatan komunikatif dan integratif.

POLA INTERAKSI KELAS (STUDI ETNOGRAFI KUALITAS INTERAKSI PEMBELAJARAN AGAMA HINDU DI SEKOLAH DASAR NO.7 BANJAR JAWA, SINGARAJA

Oleh
I Putu Gede Parmajaya


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pola interaksi dalam pembelajaran agama Hindu di SD No. 7 Banjar Jawa, Singaraja. Penelitian ini dirancang menggunakan model penelitian kualitatif dalam bentuk studi etnografi untuk dapat menunjukkan pola-pola interaksi signifikan yang terjadi di dalam pembelajaran agama Hindu. Fokus pengamatan dilakukan pada interaksi kelas di SD No. 7 Banjar Jawa Singaraja. Data tentang pola interaksi dikumpulkan menggunakan pendekatan observasi partisipan. Sedangkan data tentang persepsi guru, siswa, dan orang tua terhadap kualitas interaksi dikumpulkan menggunakan teknik wawancara mendalam. Triangulasi data dilakukan untuk memperoleh data yang valid dan reliabel. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan interpretatif untuk mendapatkan makna interaksi.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa: 1) kualitas interaksi guru-siswa sangat rendah dalam pembelajaran agama Hindu; 2) guru belum menunjukkan kemampuan dalam mendorong pola interaksi dalam pembelajaran yang berkualitas dan kreatif; 3) siswa lebih bersikap patu kepada guru; 4) siswa lebih dominan bersikap pasif dalam pembelajaran; 5) orang tua siswa tidak memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap pembelajaran anak-anak mereka; 6) beberapa faktor diketemukan berkaitan dengan rendahnya kualitas interaksi yaitu: beban administrasi pada guru sangat besar dan beban budaya pada siswa sangat berat.
Hasil penelitian ini mengindikasikan perlunya guru meningkatkan kualitas interaksi dalam pembelajaran agama Hindu di masa datang. Guru disarankan untuk mengurangi beban administrasi maupun budaya, sehingga optimalisasi interaksi dalam pembelajaran agama Hindu dapat dicapai.

Kata Kunci: pola interaksi, etnografi, pembelajaran agama hindu.

PENGARUH METODE PEMECAHAN MASALAH DAN PENGGUNAAN JOB SHEET TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMK DITINJAU DARI LOCUS OF CONTROL DAN BAKAT BERPIKIR MEKANIK

PENGARUH METODE PEMECAHAN MASALAH DAN PENGGUNAAN JOB SHEET TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMK DITINJAU DARI LOCUS OF CONTROL DAN BAKAT BERPIKIR MEKANIK SISWA
Oleh
I Made Nuryata



ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran pemecahan masalah dan job sheet terhadap hasil belajar Perbaikan Sistem Kelistrikan Otomotif ditinjau dari locus of control dengan mengendalikan bakat berpikir mekanik internal dan eksternal siswa. Desain penelitian menggunakan rancangan eksperimen kuasi. Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas II SMK Negeri Kelompok Teknologi dan Industri Program Studi Teknik Mekanik Otomotif di Propinsi Bali tahun ajaran 2004/2005.

KONTRIBUSI GAYA KEPEMIMPINAN DAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA DENPASAR

Oleh
Ketut Loper Winartha

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi gaya kepemimpinan dan supervise kepala sekolah terhadap kinerja guru SMA Negeri Unggulan di Kota Denpasar, baik secara simultan maupun terpisah. Populasi penelitian ini mencakup seluruh guru SMA Negeri Unggulan di Kota Denpasar, yang berjumlah 210 orang. Sample penelitian ini berjumlah 131 orang yang direkrut menggunakan teknik random proporsional sampling. Penelitian ini menggunakan rancangan ex-post facto. Data dikumpulkan menggunakan angket dengan model pengukuran menggunakan skala Likert. Data dianalisis secara inferensial menggunakan model analisis regresi ganda.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa: 1) gaya kepemimpinan dan supervisi kepala sekolah berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja guru-guru SMA Negeri Unggulan di Kota Denpasar; 2) gaya kepemimpinan berkontribusi sebesar 30,6% terhadap kinerja guru-guru SMA Negeri Unggulan di Kota Denpasar, dan 3) supervisi kepala sekolah berkontribusi sebesar 56% terhadap kinerja guru-guru SMA Negeri Unggulan di Kota Denpasar.
Hasil penelitian ini memberi arahan agar kepala sekolah lebih memvariasikan gaya kepemimpinan dan supervisi terhadap perilaku guru-guru. Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lanjut tentang faktor lain selain gaya kepemimpinan dan supervisi kepala sekolah yang berpengaruh positif terhadap kinerja guru-guru.

Kata Kunci: gaya kepemimpinan, supervisi, dan kinerja
Sumber Resmi : Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran (JIPP) Vol. 2 No.2 Hal 249-394 Singaraja-Juni 2006. Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja. ISSN 1858-4543

Sabtu, 19 September 2009

Penilaian Unjuk Kerja (Performent Assessment)

Latar Belakang

Penilaian dalam kurikulum 2004 mempunyai kedudukan yang penting. Siswa dinilai dari berbagai hal. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan juga terhadap hasil pembelajaran. Selain itu perbedaan yang sangat mendasar antara kurikulum 2004 dan kurikulum 1994 adalah ranah penilaian. Dalam kurikulum 2004 siswa dinilai ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sementara dalam kurikulum 1994 siswa hanya dinilai ranah kognitifnya saja. Namun demikian, untuk mata pelajaran matematika siswa hanya dinilai dalam ranah kognitif dan afektif.
Penilaian dalam ranah kognitif pada pembelajaran matematika menuntut guru untuk melakukan variasi jenis-jenis penilaian, karena tuntutan kurikulum 2004 mata pelajaran matematika menghendaki siswa untuk mempunyai kemampuan dalam:
Pemahaman konsep. Dalam hal ini siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep.
Prosedur. Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar.
Komunikasi. Siswa mampu menyatakan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau mendemonstrasikan.
Penalaran. Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana.
Pemecahan masalah. Siswa mampu memahami masalah, memilih startegi penyelesaian dan menyelesaikan masalah.

Salah satu jenis penilaian yang memenuhi tuntutan tersebut adalah penilaian kinerja atau penilaian unjuk kerja. Mungkin banyak guru yang belum terbiasa untuk melakukan jenis penilaian ini dikarenakan mereka tidak terbiasa untuk mendisain penilaian unjuk kerja padahal pekerjaan ini merupakan salah satu bentuk aspek profesionalisme guru. hal ini disebabkan karena guru tidak mempunyai cukup waktu untuk membuatnya.

Permasalahan
Apa yang dimaksud dengan penilaian kinerja atau penilaian unjuk kerja dalam pembelajaran matematika?
Bagaimana penilaian unjuk kerja untuk mata pelajaran matematika dilakukan?

Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
Penilaian kinerja atau unjuk kerja dalam pembelajaran matematika
Bagaimana penilaian unjuk kerja untuk mata pelajaran matematika dilakukan

Penilaian Unjuk Kerja Siswa
Pengertian-pengertian
Sebelum membicarakan tentang penilaian akan ditinjau terlebih dahulu beberapa istilah yang banyak ditemui dan sering ditanyakan perbedaannya, yaitu pengujian, pengukuran, penilaian dan evaluasi.
Pengujian adalah kegiatan memberikan sejumlah pertanyaan.
Pengukuran adalah kegiatan yang sistematik untuk memberikan angka pada objek atau gejala.
Penilaian (assesment) adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar.
Evaluasi adalah penentuan mutu dan penentuan pencapaian tujuan suatu program.
Sesuai dengan pengertiannya, dapat dikatakan bahwa penilaian adalah suatu kegiatan pengukuran, kuantifikasi dan penetapan mutu pengetahuan siswa secara menyeluruh. Dalam pengertian ini diisyaratkan bahwa penilaian harus terintegrasi dalam proses pembelajaran dan menggunakan beragam bentuk.

Teknik Penilaian
Menurut jenisnya, teknik penilaian dibedakan menjadi tes dan non tes.
Tes
Tes adalah metode yang sangat penting untuk memperoleh informasi tentang apa yang dapat dilakukan dan diketahui siswa. untuk menjamin diperoleh hasil yang autentik dari setiap siswa, tes dilaksanakan dalam situasi yang khusus, yaitu:
Waktu terbatas. Siswa harus menyelesaikan atau menjawab soal tes dalam waktu yang telah ditentukan.
Tanpa bantuan dari buku, orang lain atau sumber-sumber lain, kecuali jika tes merupakan open book test.
Pengawasan. Hal ini dilakukan supaya tes dapat berjalan dengan tertib dan mendapatkan hasil yang autentik
Bentuk tes meliputi pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, jawaban singkat, uraian terstruktur, uraian bebas, dan unjuk kerja. Tes yang digunakan guru sering merupakan kombinasi dari beberapa macam bentuk. Porsi dari masing-masing bagian sangat bervariasi, tergantung kepada tingkatan, subjek tes dan kecenderungan pembuat tes.

Non Tes
Jenis non tes terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu penilaian hasil karya (produk) dan penilaian sikap.
Penilaian hasil karya (produk)
Sebuah hasil karya adalah hasil pekerjaan siswa dan dievaluasi menurut kriteria tertentu. Umumnya hasil karya adalah tugas yang dikerjakan siswa di luar jam sekolah. Hasil karya ini dapat berupa:
bentuk tertulis, biasanya berwujud laporan, jurnal, drama, karya ilmiah dan tulisan tentang suatu topik tertentu.
Bentuk tidak tertulis, biasanya berbentuk tiga dimensi seperti pahatan, diorama, struktur benang irisan kerucut, benda-benda ruang matematika (balok, kubus, bidang banyak beraturan, dan lain-lain)
Kadang-kadang hasil karya siswa dapat merupakan kombinasi bentuk tertulis dan tidak tertulis. Sebagai contoh adalah karya ilmiah tentang teknologi tepat guna dalam suatu bidang tertentu yang terdiri dari alat dan deskripsi prinsip-prinsip ilmiah yang merupakan dasar cara kerja alat tersebut.
Hasil karya merupakan sumber informasi yang sangat berguna untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan siswa. sayangnya hasil karya ini seringkali bukan hasil autentik pekerjaan siswa karena adanya bantuan-bantuan dari luar yang diberikan dalam menyelesaikan hasil karya itu.
Jika hasil karya siswa dikumpulkan dan dilihat kemajuan yang diperoleh siswa selama periode tertentu maka kumpulan itu disebut portfolio (portofolio). Portofolio dapat digunakan sebagai bahan diskusi dengan orang tua untuk melihat kemajuan siswa dan potensi yang dimilikinya.
Sikap
Sikap dan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran tertentu dapat diukur melalui pengamatan, pengisian angket atau check list.
Untuk memudahkan penyebutan selanjutnya, bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan dan jawaban singkat dikatakan bentuk tes konvensional.
Tes konvensional mempunyai kelebihan dalam hal dapat menjangkau materi yang luas, dapat dilaksanakan dalam waktu relatif singkat dan dapat diperiksa dengan cepat. Kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup lama untuk merancang instrumen penilaian yang baik dan umumnya tidak bisa menjangkau kemampuan prosedur, penalaran dan komunikasi.
Seringkali ditemukan bahwa siswa belajar matematika hanya mekanis saja. Mereka belajar suatu prosedur dan algoritma hanya untuk menjawab pertanyaan dalam tes konvensional dengan sedikit mengerti atau kadang-kadang tidak mengerti sama sekali mengapa, dan bagaimana suatu prosedur dilakukan. Tidak mengherankan bahwa sering terjadi siswa menjawab benar, tetapi sebenarnya mereka tidak tahu alasan mengapa jawaban itu benar. Terutama sekali bila soal yang digunakan adalah pilihan ganda atau benar salah. Banyak siswa yang menjawab berdasarkan terkaan saja.
Jika guru hanya menggunakan teknik penilaian yang tidak dapat mengungkapkan penguasaan siswa terhadap kompetensi yang diharapkan, maka akan terjadi kontradiksi. Di salah satu sisi siswa dianggap sudah menguasai kompetensi yang diharapkan, tetapi yang sebenarnya adalah siswa belum menguasai kompetensi tersebut. Dalam matematika banyak materi yang dipelajari membutuhkan pengetahuan prasyarat materi sebelumnya. Jika siswa yang dianggap sudah tuntas tadi (tetapi sebenarnya belum) mempelajari materi baru akan terjadi kesulitan akibat ketidak mengertian siswa tentang materi prasyarat. Akibatnya terjadi akumulasi ketidakmengertian materi yang dipelajari. Lebih jauh lagi siswa akan merasa dunia matematika menjadi gelap dan lama kelamaan menjadi hitam kelam.
Keadaan ini bisa diketahui dan diperbaiki kalau instrumen penilaian ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengungkap alasan mengapa siswa memilih jawaban itu dan bagaimana ia sampai pada kesimpulan itu. Penilaian seperti ini merupakan salah satu bentuk penilaian unjuk kerja yang paling sederhana.
Danielson S. A Collection of Performance Task And Rubriks. http://www.assesment.com/Danielson/ 10/4/2006, mendefinisikan penilaian unjuk kerja sebagai berikut:
“Performance assesment means any assesment of student learning that requires the evaluation of student writing, product, or behavior. That is, it includes all assesment with the exeption of multiple choice, matching, true/false testing, or problem with a single correct answer”.
(penilaian unjuk kerja adalah penilaian belajar siswa yang meliputi semua penilaian dalam bentuk tulisan, produk atau sikap kecuali bentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau jawaban singkat.

Dari definisi ini, kita dapat melihat bahwa merancang dan melaksanakan penilaian unjuk kerja menghabiskan energi dan waktu yang lebih banyak daripada membuat dan melaksanakan tes konvensional. Lalu kenapa kita menggunakan penilaian untuk kerja kalau tes konvensional lebih mudah dilaksanakan? Pertanyaan ini membawa kita kepada pemikiran mengenai esensi dari penilaian unjuk kerja itu sendiri. Penilaian unjuk kerja memiliki kelebihan dapat mengungkap potensi siswa dalam memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi dalam bentuk tulisan maupun lisan.

Komponen Penilaian
Semua bentuk penilaian mempunyai lima komponen utama. Komponen-komponen itu adalah instrumen penilaian, tanggapan siswa, penafsiran terhadap tanggapan siswa, pemberian skor, pencatatan hasil yang diperoleh dan pelaporan.
Instrumen (tugas)
Instrumen penilaian dapat berupa tugas atau masalah yang diajukan kepada siswa, diskusi kelas, aktivitas atau pertanyaan yang akan menghasilkan tanggapan siswa.
Tanggapan terhadap tugas
Sebuah tanggapan dapat berbentuk jawaban numerik atau jawaban tertulis yang menjelaskan suatu pemecahan masalah, presentasi lisan, atau portofolio karya siswa yang sudah dikumpulkan selama periode tertentu. Bermacam-macam tanggapan diperlukan untuk mengetahui pengetahuan matematika siswa secara luas.
Penafsiran tanggapan yang diberikan siswa
Penafsiran dilakukan oleh guru atau oleh siswa sendiri dengan menggunakan penilaian diri sendiri (self assesment). Penafsiran ini dapat berupa membandingkan tanggapan siswa dengan kompetensi yang diharapkan.
Pemberian skor atau skala penafsiran tanggapan siswa
Hasil penskoran ini dapat menjadi umpan balik bagi siswa untuk melihat sejauh mana kompetensi yang sudah dicapai.
Pencatatan dan pelaporan hasil yang diperoleh.
Laporan ini dapat berbentuk tertulis seperti “Bagus” atau “Cukup” atau biasanya berupa nilai “A”, “B” atau berupa angka.

Tujuan Penilaian
Penilaian yang dilakukan terhadap siswa mempunyai tujuan antara lain:
Mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa.
Mengukur pertumbuhan dan perkembangan kemajuan siswa
Mendiagnosis kesulitan belajar siswa
Mengetahui hasil pembelajaran
Mengetahui pencapaian kurikulum
Mendorong siswa belajar
Umpan balik untuk guru supaya dapat mengajar lebih baik

Merancang Penilaian
Sebelum merancang penilaian, perlu ditelaah buku kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika (selanjutnya dijabarkan dalam sistem penilaian) terutama unsur-unsur: Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Materi Pokok.
Dengan memperhatikan keempat unsur tadi, ditambah lagi unsur sumber bahan dan waktu, selanjutnya ditentukan bentuk penilaian yang akan digunakan. Bentuk penilaian direncanakan dan dituliskan di dalam format penilaian yang dibuat sebelum melaksanakan penilaian. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh format berikut:

FORMAT PENILAIAN

Nama Sekolah : …………….…….
Mata Pelajaran : …….……………..
Kelas/Program : ………..………….
Semester : …………..………..
Standar Kompetensi : ……………………

Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Uraian Materi Pokok Indikator Penilaian
Jenis Tagihan*) Bentuk Instrumen**) Contoh Instrumen***)











*) diisi dengan jenis yang sesuai, misal PR, ulangan harian, ulangan blok, kuis, tugas individu, tugas kelompok, pertanyaan lisan.
**) diisi dengan bentuk yang sesuai, misal unjuk kerja, uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, benar salah, menjodohkan.
***) dibuat sesuai dengan bentuk instrumen yang dipilih.


Menerapkan Penilaian Unjuk Kerja
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa penilaian unjuk kerja dalam matematika adalah penilaian yang dapat mengungkapkan kemampuan siswa dalam pemahaman konsep, pemecahan masalah dan komunikasi. Bentuk penilaian unjuk kerja yang paling sederhana dapat saja berupa soal tes konvensional tetapi ditambahkan dengan pertanyaan yang meminta siswa untuk menjelaskan alasan mengapa mereka memilih strategi dan pendekatan yang dilakukan. Jawaban yang diberikan akan menunjukkan pemahaman siswa tentang konsep, kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengkomuniskasikan ide-ide matematika.
Dalam penilaian unjuk kerja, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu:
Membuat Instrumen Penilaian Unjuk Kerja
Dalam membuat instrumen penilaian unjuk kerja, perlu diperhatikan beberapa faktor diantaranya:
Ukuran instrumen
Ukuran isntrumen dapat kecil atau bisa juga besar. Tugas besar dapat mengukur lebih dari satu kompetensi dasar dan umumnya membutuhkan waktu yang cukup banyak. Umumnya tugas ini autentik dan kompleks sehingga siswa harus menganalisa dan mensintesa informasi yang diperoleh dari berbagai sumber.
Tugas kecil dapat berupa pertanyaan terbuka dengan memberi solusi suatu soal dan menjelaskan penalaran mereka. Umumnya tugas seperti ini dapat diselesaikan dalam jam pertemuan di kelas.
Untuk menentukan tugas kecil atau tugas besar yang akan digunakan tergantung kepada tujuan penilaian yang diinginkan guru. perlu dikaji apakah tujuan dilaksanakan semata-mata hanya sebagai umpan balik atau juga untuk mencapai tujuan yang lebih luas? Untuk ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Tugas kecil lebih sesuai untuk umpan balik saja. Jika guru selesai mengajar suatu konsep dan ingin mengetahui apakah siswa sudah mengerti maka digunakan tugas kecil. Tugas dapat berbentuk meminta siswa untuk menyelesaikan masalah yang relatif kecil, menjelaskan pikiran dan menunjukkan pekerjaan mereka. Dalam hal ini tidak termasuk aktivitas lain sebagai bagian dari tugas.
Tugas besar mencakup tujuan penilaian yang lebih luas, tidak sekadar umpan balik saja. Seringkali guru menginginkan siswa mempelajari materi baru sebagai hasil tugas unjuk kerja. Untuk hal seperti ini, tugas unjuk kerja meliputi beberapa aktivitas dan akan menghabiskan waktu beberapa hari untuk menyelesaikan tugas.
Keterampilan dalam memulai
Umumnya pada waktu memulai menggunakan penilaian unjuk kerja, guru belum begitu yakin dan nyaman dengan apa yang mereka kerjakan. Untuk memulainya dapat dilakukan dengan instrumen unjuk kerja yang kecil dulu. Jika belum yakin apakah petunjuk tugas untuk siswa sudah cukup jelas, maka hal ini dapat ditanyakan kepada siswa sewaktu mereka sedang menyelesaikan tugas itu. Petunjuk itu selanjutnya dapat diperbaiki sehingga siap untuk digunakan selanjutnya.

Kriteria Instrumen Unjuk Kerja yang baik
Instrumen unjuk kerja yang baik memuat hal-hal berikut:
Autentik dan menarik
Hal yang penting bagi suatu instrumen unjuk kerja adalah menarik dan melibatkan siswa dalam situasi yang akrab dengan mareka sehingga siswa berusaha untuk menyelesaikan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Siswa cenderung lebih tertarik terhadap situasi tugas yang menyerupai kehidupan sehari-hari.
Tugas ini akan membuat siswa menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dikuasainya untuk menyelesaikan tugas tersebut. Situasi dan pertanyaan dalam bahasa yang baik dan dapat dipahami siswa sehingga tidak memancing reaksi siswa seperti “Siapa peduli?”
Bagaimana cara menentukan apakah instrumen penilaian unjuk kerja akan membuat siswa tertarik dan terlibat dalam tugas itu? Sebagaimana banyak hal lain dalam dunia pendidikan, pengalaman profesional (professional judgment) adalah kuncinya. Berdasarkan pengalaman dan pemahaman tentang karakteristik siswa, seorang guru dapat memperkirakan apakah aktivitas dalam tugas unjuk kerja yang dibuat akan berhasil atau tidak.
Memungkinkan penilaian individual
Banyak instrumen unjuk kerja yang dimaksudkan untuk dikerjakan siswa secara berkelompok. Namun perlu diingat bahwa penilaian ini sebenarnya lebih dititikberatkan untuk penilaian individu. Karena itu disain penilaian unjuk kerja sebaiknya bisa ditujukan untuk kelompok dan individu. Sebagai contoh, sekelompok siswa diberi data dan diminta untuk menganalisanya. Untuk penilaian individunya masing-masing siswa diminta untuk memberi rangkuman dan penafsiran apa yang ditunjukkan oleh data tersebut.
Memuat petunjuk yang jelas
Instrumen unjuk kerja yang baik harus memuat petunjuk yang jelas, lengkap, tidak ambigu dan tidak membingungkan. Petunjuk juga harus memuat apa yang dikerjakan sisa yang nanti akan dinilai. Sebagai contoh, jika salah satu kriteria penilaian meliputi organisasi informasi, maka siswa harus diminta untuk menampilkan informasi yang diperoleh dalam bentuk yang teratur.
Format Penilaian
Contoh 1 : Format Instrumen Penilaian Unjuk Kerja

Mata Pelajaran : ……………………………….
Kelas/Semester : ……………………………….
Kompetensi Dasar : ……………………………….
Indikator : ……………………………….
Materi Pokok : ……………………………….

Judul Tugas
Deskripsi singkat tentang tugas (apa yang harus dikerjakan siswa dan hasil apa yang diharapkan)

Petunjuk Siswa:

Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi:


Contoh 2: Format simulasi autentik

Mata Pelajaran : ……………………………….
Kelas/Semester : ……………………………….
Kompetensi Dasar : ……………………………….
Indikator : ……………………………….
Materi Pokok : ……………………………….


……….adalah……… (titik-titik awal diisi dengan nama Anda sedangkan yang terakhir diisi dengan peran yang diminta, misal pelajar atau profesi tertentu)
Diminta oleh……….(diisi dengan yang menugaskan)
Untuk menyelesaikan masalah…………… (diisi dengan tugas yang diberikan)
Kondisi yang dihadapi : ………………….
Pemecahan masalah yang dilakukan: ………………………….
Pekerjaan Anda akan dinilai berdasarkan kriteria: …………………….


Rubrik Analitik dan Rubrik Holistik
Rubrik adalah pedoman penskoran. Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang mana.
Rubrik holistik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan kesan keseluruhan atau kombinasi semua kriteria. Untuk rubrik seperti ini, salah satu contoh penyebutan yang digunakan adalah tingkat 1 (tidak memuaskan), tingkat 2 (cukup memuaskan dengan banyak kekurangan), tidak 3 (memuaskan dengan sedikit kekurangan) dan tingkat 4 (superior) atau tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3 (masing-masing dengan sebutan yang sama).
Berikut ini adalah contoh rubrik holistik skala 4 secara umum.
Tingkat (Level) Kriteria Umum
4 (Superior) Menunjukkan pemahaman yang lebih terhadap konsep-konsep
Menggunakan strategi-strategi yang sesuai
Komputasinya (perhitungan) benar
Penjelasan patut dicontoh
Diagram/tabel/grafik tepat (sesuai dengan permintaan)
Melebihi pemecahan masalah yang diiginkan
3 (Memuaskan dengan sedikit kekurangan) Menunjukkan pemahaman terhadap konsep-konsep
Menggunakan strategi yang sesuai
Komputasi sebagian besar benar
Penjelasan efektif
Diagram/tabel/grafik sebagian besar tepat
Memenuhi semua pemecahan masalah yang diinginkan
2 (Cukup memuaskan dengan banyak kekurangan) Menunjukkan pemahaman terhadap sebagian besar konsep-konsep
Tidak menggunakan strategi yang sesuai
Komputasi sebagian besar benar
Penjelasan memuaskan
Diagram/tabel/grafik sebagian besar tepat
Memenuhi sebagian besar pemecahan masalah yang diinginkan
1 (Tidak memuaskan) Menunjukkan sedikit atau tidak ada pemahaman terhadap konsep-konsep
Tidak menggunakan strategi yang sesuai
Komputasi tidak benar
Penjelasan tidak memuaskan
Diagram/tabel/grafik tidak tepat
Tidak memenuhi pemecahan masalah yang diinginkan

Contoh rubrik analitik untuk rubrik penilaian presentasi siswa
Skala

Kriteria/Sub Kriteria 1 2 3 4
1. Kejelasan presentasi
Sistematika dan organisasi
Bahasa yang digunakan
Suara
2. Pengetahuan
Penguasaan materi presentasi
Memberi contoh-contoh yang relevan
Dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi presentasi
3. Penampilan
Presentasi menarik, menggunakan alat-alat bantu dan media yang sesuai
Kerapian, kesopanan dan rasa percaya diri

Membuat Rubrik
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat rubrik penilaian unjuk kerja yaitu:
Jenis kriteria
Pada mata pelajaran matematika, kriteria yang selalu diperhatikan adalah pemahaman konsep, pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi. Apakah siswa memperlihatkan bahwa mereka sudah memahami konsep baik melalui pemecahan masalah atau melalui kesalahan yang dilakukan? Apakah dibutuhkan rencana atau strategi untuk memecahkan masalah? Sudahkah siswa mengorganisasi semua informasi yang diketahui? Apakah cara yang digunakan sistematis dan rapi? Bisakah pembaca mengikuti alasan yang diberikan?
Disamping kriteria-kriteria di atas, apa lagi yang penting? Bagaimana dengan komputasi (perhitungan). Apakah jawaban yang diberikan sudah benar? Apakah kesalahan perhitungan hanya sedikit atau besar? Apakah semua jawaban yang mungkin sudah diungkapkan siswa?
Perlu juga dipertimbangkan bahwa terlalu banyak kriteria yang dipertimbangkan akan banyak memakan waktu untuk penyekoran. Tetapi jika kriteria yang diinginkan terlalu sedikit, mungkin hasil yang diperoleh tidak akan cukup untuk memberikan informasi dalam memperbaiki unjuk kerja siswa.
Sub kriteria
Seringkali beberapa kriteria memiliki beberapa kategori yang disebut sub kriteria. Sebagai contoh, jika seorang siswa membuat presentasi sebagai bagian dari tugas yang diselesaikan maka kriteria penilaian dapat berupa “kualitas presentasi” dengan sub kriterianya bisa berupa “kejelasan dalam menyajikan”, “orisinal dan kesungguhan” dan “keterlibatan semua anggota kelompok”.
Skala penilaian
Dalam menentukan skala yang digunakan ada hal-hal penting yang harus diperhatikan seperti berikut ini:
Tujuan penilaian. Ini akan mempengaruhi banyaknya angka pada skala penilaian. Jika rubrik digunakan untuk melihat kemajuan atau perkembangan siswa, maka angka pada skala akan lebih banyak daripada rubrik yang digunakan untuk penilaian saja. Rubrik yang digunakan untuk perkembangan akan mencerminkan jangkauan usia siswa. sebagai contoh adalah rubrik keterampilan menggambar grafik yang dikembangkan untuk siswa TK sampai siswa kelas XII akan sangat disarankan memuat 10 angka. Untuk siswa TK sudah dianggap baik sekali apabila dapat mencapai tingkat 2 tetapi kalau siswa SMA kelas X yang mencapai tingkat ini tentu tidak sesuai dengan tingkatannya.
Ganjil atau genap. Untuk tujuan penilaian, umumnya skala genap lebih disarankan. Skala ganjil memuat nilai tengah yang nyata. Penilai yang ragu-ragu cenderung untuk memberi nilai angka tengah. Skala genap tidak memiliki angka tengah. Dalam hal ini penilai harus membuat keputusan untuk memberi penilaian yang pasti. Skala penilaian yang disarankan adalah skala 4 (0 – 3 atau 1 – 4) atau skala 6 (0 – 5 atau 1 – 6). Perlu dipertimbangkan bahwa semakin besar skala akan banyak memakan waktu untuk melakukan penilaian.
Membagi skala untuk batasan memenuhi dan tidak memenuhi
Sangat penting untuk menentukan batasan yang memenuhi dan tidak memenuhi. Pada skala 5, misal 1 – 5, mudah menentukan batasan memenuhi dan tidak memenuhi. Skala 1 dan 2 dapat dianggap sebagai unjuk kerja yang tidak memenuhi, skala 3 dianggap unjuk kerja yang cukup memenuhi, skala 4 adalah unjuk kerja yang baik dan skala 5 adalah unjuk kerja yang sangat baik. Namun untuk skala 4, skala antara yang memenuhi dan tidak memenuhi perlu dipikirkan masak-masak.
Sebutan untuk setiap tingkat
Sehubungan dengan keperluan untuk mendefinisikan batasan antara memenuhi dan tidak memenuhi adalah penyebutan untuk setiap tingkat. Pada skala 4, contoh sebutan ini adalah “tingkat 1”, “tingkat 2”, “tingkat 3”, dan “tingkat 4”. Selain itu sebutan dapat juga diungkapkan dengan kata-kata yang positif seperti “pemula”, “mampu”, “baik”, dan “sangat baik” atau kata-kata lain yang sejenis.
Deskripsi untuk tingkat penampilan yang berbeda
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan tingkat penampilan yaitu:
Bahasa yang digunakan. Kata-kata yang digunakan harus deskriptif dan tidak komparatif. Sebagai contoh kata-kata “rata-rata” haruslah dihindari.
Deskripsi semua subkriteria. Jika kriteria memuat subkriteria maka tiap-tiap subkriteria harus dideskripsikan dengan jelas. Sebagai contoh jika kriteria presentasi memuat ketepatan, orisinalitas dan keterlibatan setiap anggota kelompok, maka deskripsi penampilan tiap-tiap tingkat harus meliputi semua subkriteria tadi.
Menghitung skor
Berdasarkan rubrik yang sudah dibuat dapat dinilai tugas unjuk kerja yang dikerjakan siswa. skor yang diperoleh masih harus dirubah dulu dalam skala angka yang ditetapkan (misal dalam bentuk 0 – 100). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
Bobot pertanyaan. Apakah bobot dari masing-masing pertanyaan sama atau berbeda?
Cara menghitung. Bagaimana mengitung nilai dari semua skor yang diperoleh?
Untuk hal ini, dapat dijelaskan dengan contoh rubrik penilaian presentasi siswa berikut:
Kriteria yang dinilai adalah: kejelasan presentasi, pengetahuan dan penampilan yang mempunyai sub-sub kriteria seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Skala penilaian adalah skala 4 angka dengan penyebutan tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3, dan tingkat 4. jika presentasi dilakukan oleh kelompok maka kriteria penilaian dapat ditambah, misalkan kriteria keterlibatan (kontibusi) dalam kelompok dengan sub kriteria yang berkaitan dengan kriteria itu.
Misalkan dianggap bahwa pengetahuan adalah kriteria yang terpenting dalam penilaian tersebut maka penilaian diberi bobot 2 sedangkan yang lainnya hanya diberi bobot 1. misalkan siswa yang bernama Gunawan melakukan presentasi dan diberi nilai berdasarkan rubrik tersebut sebagai berikut.
Skala

Kriteria/Sub Kriteria 1 2 3 4 Skor
1. Kejelasan presentasi (bobot 1)
Sistematika dan organisasi
Bahasa yang digunakan
Suara
X
X
X
3
3
3
2. Pengetahuan (bobot 2)
Penguasaan materi presentasi
Memberi contoh-contoh yang relevan
Dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi presentasi
X
X

X

4
4

4
3. Penampilan (bobot 1)
Presentasi menarik, menggunakan alat-alat bantu dan media yang sesuai
Kerapian, kesopanan dan rasa percaya diri




4


4
4


4
Jumlah skor 29
Skor maksimum 44
Nilai 66

Penjelasan:
Skor yang diperoleh = tingkat x bobot
Skor untuk kejelasan presentasi = (3 x 1) + (3 x 1) + (3 x 1) = 9
Skor untuk pengetahuan = (2 x 2) + (2 x 2) + (2 x 2) = 12
Skor untuk kejelasan presentasi = (4 x 1) + (4 x 1) = 8
Skor total = 29
Skor maksimum = 12 + 24 + 8 = 44
Nilai Gunawan jika dikonvensikan ke skala 0 – 100 adalah 29/44 x 100 = 65,91 = 66.
Penerapan Penilaian Unjuk Kerja dalam Pembelajaran Matematika
Dari uraian di atas, kalau diterapkan dalam pembelajaran matematika. Akan nampak seperti berikut:

PENILAIAN UNJUK KERJA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Program : XI/Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa
Kompetensi Dasar : Merumuskan dan menentukan peluang kejadian dari berbagai situasi serta tafsirannya.
Indikator : Menentukan peluang kejadian dari berbagai situasi
Materi Pokok : Peluang


Koin Keberuntungan

Sebuah koin yang setimbang dilambungkan ke atas. Jika koin itu jatuh ke tanah maka bagian sisi koin yang terlihat akan berupa Gambar (G) atau Angka (A).
Jika koin dilambungkan 3 kali, berapa peluang
paling sedikit terdapat dua gambar
paling sedikit terdapat dua gambar tetapi satu lambungan koin sudah dipastikan adalah gambar
Jika koin dilambungkan sebanyak 25 kali, berapa peluang bahwa semua hasil yang muncul adalah gambar? Jelaskan jawaban Anda.
Seseorang dikatakan menang taruhan jika koin yang dilambungkan menghasilkan gambar semua. Tentukan jumlah lambungan koin minimum supaya peluang memenangkan taruhan adalah 0,002

Konsep Matematika
Diagram pohon membuat siswa dapat mengorganisasi ruang sampel yang diperoleh untuk pertanyaan sehingga dapat menentukan anggota ruang sampel yang memenuhi pertanyaan a. untuk menyelesaikan pertanyaan b, siswa harus menemukan pola.





Penyelesaian :

Lambungan I Lambungan II Lambungan III

G G
A
G
A G
A

G G
A
A
A G
A


Siswa mungkin akan menggunakan diagram pohon seperti di atas atau mereke mungkin langsung menggunakan teori peluang
Ruang sampel S = {GGG, GGA, GAG, GAA, AGG, AGA, AAG, AAA}
Anggota ruang sampel n(S) = 8
a1) Paling sedikit 2 gambar ada 4 kemungkinan, yaitu GGG, GGA, GAG, AGG
Peluang paling sedikit terdapat dua gambar = 4/8 = ½
a2) Jika satu lambungan koin sudah pasti terjadi gambar maka mustahil akan terjadi angka semua sehingga AAA harus dihilangkan. Dengan demikian anggota ruang sampel yang baru adalah n(S) = 7. jadi peluang paling sedikit terdapat 2 gambar = 4/7

b. Jika koin dilambungkan sebanyak 25 kali, maka anggota ruang sampel adalah 225. dari semua kemungkinan yang muncul hanya ada satu kemungkinan berupa gambar semua. Jadi peluang yang muncul gambar semua =
c. Jika koin dilambungkan sebanyak n kali maka banyak anggota ruang sampel = . Dari semua kemungkinan tersebut hanya ada satu kemungkinan yang menghasilkan gambar semua. Jadi

Jadi supaya peluang menang 0,002 maka jumlah lambungan koin minimal 9 kali.

Rubrik:

Tingkat 4: Jawaban jelas dan menunjukkan alasan berdasarkan pengetahuan matematika mendalam yang berhubungan dengan tugas ini.
Ciri-ciri:
Semua jawaban benar ditunjukkan dengan metode yang sesuai. Sedikit kesalahan perhitungan dapat diterima.

Tingkat 3: Jawaban menunjukkan pengetahuan matematika mendasar yang berhubungan dengan tugas ini.
Ciri-ciri:
Semua jawaban benar tetapi ada cara yang tidak sesuai atau ada satu jawaban salah. Sedikit kesalahan perhitungan dapat diterima.
Atau
Salah satu bagian a atau kedua-duanya dijawab salah. Siswa tidak membuat diagram pohon tetapi jawaban lain benar. Sedikit kesalahan perhitungan dapat diterima.
Atau
Bagian a dijawab benar, tetapi bagian b atau c salah atau tidak dijawab tetapi metode yang digunakan sesuai.

Tingkat 2: Jawaban menunjukkan keterbatasan atau kurangnya pengetahuan matematika yang berhubungan dengan masalah ini.
Ciri-ciri:
Dua bagian pertanyaan dijawab salah atau tidak selesai dikerjakan tetapi satu pertanyaan dijawab dengan tepat menggunakan prosedur yang benar.

Tingkat 1: Jawaban hanya menunjukkan sedikit atau sama sekali tidak ada pengetahuan matematika yang berhubungan dengan masalah ini.
Ciri-ciri:
Semua jawaban salah
Atau
Jawaban benar tetapi tidak ada bukti bahwa jawaban diperoleh melalui prosedur yang benar.

Berdasarkan rubrik yang sudah dibuat dapat dinilai tugas unjuk kerja yang dikerjakan siswa. skor yang diperoleh masih harus dirubah ke dalam skala angka yang ditetapkan. (misal dalam bentuk 0 – 100).
Skala

Kriteria/Sub Kriteria 1 2 3 4 Skor
Pendekatan pemecahan masalah (bobot 2)
Sistematika pemecahan masalah
Bentuk penyelesaian masalah

X

X

6

6
Ketepatan Perhitungan (Bobot 2)
Ketepatan perhitungan dalan pengunaan rumus
Disajikan dengan rapi dan baik

X

X

4

4
Gambar (Bobot 1)
Kejelasan gambar
Ketepatan gambar
Kesesuaian gambar dengan ukuran
Kerapian dan penyajian
X
X
X

X
3
3
3

3
Penjelasan (Bobot 1)
Kejelasan penulisan
Pemahaman terhadap aspek hubungan



X
X
3
3
Jumlah Skor 32
Skor Maksimum 56
Nilai 57

Penjelasan:
Skor yang diperoleh = tingkat x bobot
Skor untuk pendekatan pemecahan masalah = (3x2) + (3x2) = 6
Skor untuk ketepatan perhitungan = (2x2) + (2x2) = 8
Skor untuk gambar = (3x1) + (3x1) + (3x1) + (3x1) = 12
Skor untuk penjelasan = (3x1) + (3x1) = 6
Skor total = 32
Skor maksimum = 16 + 16 + 16 + 8 = 56
Nilai siswa yang bersangkutan jika dikonversikan ke skala 0 – 100 adalah 32/56 x 100 = 57,14 = 57

Penutup
Penilaian yang dilakukan terhadap siswa harus bervariasi bentuknya, salah satu diantaranya adalah penilaian unjuk kerja. Penilaian unjuk kerja adalah penilaian belajar siswa yang meliputi semua penilaian dalam bentuk tulisan, produk atau sikap kecuali bentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau jawaban singkat. Kelebihan jenis penilaian ini adalah dapat mengungkapkan kemampuan siswa dalam pemahaman konsep, pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi yang tidak dimiliki oleh jenis penilaian berbentuk pilihan ganda, menjodohkan, dan uraian objektif. Namun perlu diingat bahwa kelemahan dari jenis penilaian ini adalah dalam menidisain penilaian, baik dalam hal instrumennya maupun dalam hal rubriknya.
Langkah-langkah yang dilakukan guru jika ingin menciptakan sendiri penilaian unjuk kerja yang sesuai dengan materi yang diajarkan dan kondisi siswa di sekolah adalah:
Membuat instrumen. Instrumen unjuk kerja yang baik haruslah autentik, menarik, memungkinkan penilaian individual, dan memuat petunjuk yang jelas.
Membuat rubrik (pedoman penskoran). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat rubrik adalah: kriteria yang akan dinilai, skala penilaian, penentuan batasan memenuhi dan tidak memenuhi, sebutan untuk setiap tingkat, deskripsi untuk tingkat penampilan yang berbeda dan menghitung skor.


DAFTAR PUSTAKA

Danielson, Charlote. 1997. A Collection of Performance Task And Rubriks: Middle School Mathematics. Danielson S. A Collection of Performance Task And Rubriks. http://www.assesment.com/Danielson/ 10/4/2006.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas

Digest, Eric. 1990. Authentic Mathematics Assesment. http://www.assesment.com/Eric/TM/ Digest/ 10/4/2006

Kusrini. 2003. Evaluasi Proses. Seri Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat PLP Depdiknas.

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (konstruktivisme)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Sumantri dan Permana (1999) menyatakan mengajar adalah kegiatan penyampaian pesan berupa pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada peserta didik. Raka Joni (1986: 3) merumuskan pengertian mengajar sebagai pencipta suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan dalam proses belajar akan saling mempengaruhi antar komponen seperti tujuan instruksional yang ingin dicapai, guru dan peserta didik yang memainkan peranan senada dalam hubungan sosial tertentu, materi yang diajarkan, bentuk kegiatan yang dilaksanakan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia. Sementara itu, Davis (dalam Sumantri dan Permana, 1999) mengungkapkan bahwa pengertian mengajar sebagai suatu aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan. Jadi mengajar adalah suatu aktivitas profesional yang melibatkan berbagai komponen dalam menyampaikan pesan tertentu dari guru kepada peserta didik. Dalam menyampaikan pesan tertentu kepada peserta didik, seorang guru dapat mengembangkan belajar anak dengan menyediakan lingkungan belajar untuk memfasilitasi temuan si anak.
Menurut filsafat konstruktivisme, siswa memahami dunianya dengan cara menghubungkan antara pengetahuan dan pengalamannya dengan apa yang sedang dipelajarinya. Mereka membangun makna ketika guru memberikan permasalahan yang relevan, mendorong inkuiri, menyusun kegiatan pembelajaran dari konsep-konsep utama, menghargai sudut pandang siswa, dan menilai hasil belajar siswa, (McLaughin dan Vogt, dalam Dantes, 2004). Selanjutnya, Von Glaserfield (1989) menyatakan bahwa konstruksi makna adalah proses adaptasi dimana tidak melibatkan penemuan dari realitas ontologi. Oleh karena itu, kerangka belajar kontruktivisme adalah suatu kegiatan aktif yang berlangsung secara kontinyu dimana pebelajar menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya untuk mengkonstruksi interpretasi pribadinya dan makna-makna berdasarkan pengetahuan awal dan pengalamannya, Driver & Bell (dalam Kariasa dan Suastra, 2005).
Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan mutakhir menganggap semua peserta didik mulai dari usia TK sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan sendiri tentang lingkungan dan peristiwa atau gejala alam di sekitarnya, meskipun gagasan atau pengetahuan ini naif atau kadang-kadang salah. Mereka mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif ini secara kokoh sebagai kebenaran. Hal ini terkait dengan pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam wujud “schemata” (struktur kognitif) dalam benak siswa (Depdiknas, 2002).
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajaran dari “apa yang diketahui siswa”. Guru tidak dapat mendoktrinasi gagasan saintifik supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasan yang non saintifik menjadi gagasan yang saintifik. Dengan demikian , arsitek peubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri. Sejalan dengan itu (Nurahdi, 2003) dalam pandangan kontruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan (1) membuat informasi bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan agar siswa menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Selanjutnya Zahorik (dalam Nurahdi, 2003) menekankan bahwa dalam praktek pembelajaran kontruktivisme ada 5 unsur pokok yang harus diperhatikan, yaitu: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, (2) pemerolehan pengetahuan dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, baru kemudian memperhatikan detailnya, (3) pemahaman pengetahuan dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu konsep tersebut direvisi dan dikembangkan, (4) mempraktekkan pengalaman tersebut, dan (5) melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Sementara itu, kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi kontruktivisme antara lain; (1) diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan gagasan, (2) pengujian, dan penelitian sederhana, (3) demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah, (4) kegiatan praktis lain yang memberi peluang, peserta didik untuk mempertanyakan, memodifikasi dan mempertajam gagasannya (Depdiknas, 2002).
Menurut Suparno (1997: 66), agar peran dan tugas guru dapat berjalan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh guru, antara lain:
Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan
Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat
Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa
Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar
Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.
Karena murid harus membangun sendiri pengetahuan mereka, seorang guru harus melihat mereka bukan sebagai lembaran kertas putih kosong atau tabula rasa. Bahkan anak SD kelas 1 pun telah hidup beberapa tahun dan menemukan suatu cara yang berlaku dalam berhadapan dengan lingkungan hidup mereka. Mereka sudah membawa “pengetahuan awal”. Pengetahuan yang mereka punya adalah dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya.
Guru kontruktivisme tidak pernah akan membenarkan ajarannya dengan mengklaim bahwa” ini satu-satunya yang benar”. Di dalam sains mereka tidak dapat berkata lebih daripada “ ini adalah jalan terbaik untuk situasi ini, ini adalah jalan terefektif untuk soal ini sekarang” Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997).
Ciri mengajar konstruktivisme adalah sebagai berikut: Driver dan oldham dalam Matthew yang dipaparkan oleh Suparno (1997)
1) Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik.Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
2) Elicitasi. Murid dibantu untuk mengungkapakan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.
3) Restrukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal
a) Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan denga ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.
b) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman.
c) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percoban atau persoalan yang baru.
4) Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap bahkan lebih rinci dengan segala macam pengecualiannya.
5) Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lebih lengkap.
Terkait dengan hakikat belajar mengajar, pada dasarnya semua peserta didik memiliki gagasan atau pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam wujud skemata. Dari pengetahuan awal dan pengalaman yang ada peserta didik menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya dalam rangka mengkonstruksi interpretasi pribadinya serta makna-makna. Makna ini dibangun ketika guru memberikan permasalahan yang relevan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya, mendorong inkuiri untuk memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri. Untuk membangun makna tersebut, proses belajar mengajar berpusat pada siswa.






Bahan Bacaan

Dahar, Ratna Wilis. 1998. Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga.
Dantes, Nyoman. 2001a. ”Teori-Teori Belajar, Teori-Teori Instruksional dan Model-Model Pembelajaran”. Kumpulan Makalah STKIP Singaraja.
-------. 2001b. ”Komparasi Kesanggupan Berpikir Formal Antara Siswa SMA di Kota dan Siswa di Desa Pada Para Siswa Kelas 1 SMA di kabupaten Buleleng”. Dalam Ontologi. 2001.
De Bono, E. 1990. Mengajar Berpikir. Alih Bahasa: Soemardjo. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Sains. Jakarta: Puskur-Balitbang Depdiknas.
-------. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur-Balitbang Depdiknas.
-------. 2002. Kurikulum Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Fisika SLTP. Jakarta: Puskur-Balitbang Depdiknas.
-------. 2002. Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Mata pelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Puskur-Balitbang Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Azwan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Joyce & Weil. 1986. Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kompas. 2003. ”Pendidikan Belum Menyenangkan”. Edisi Jum’at 2008 Februari 2003, halaman 9.
Kuslan, L. & A.H. Stone. 1969. Teching Children Science: an Inquiry Approachs. California: Wadsworth Publishing Company, Inc.
Mulyana. 2005. “Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Berbasis Keterampilan Hidup. “http://www. pages your favorite.com/ppsupi/abstrak / kbk.2005.html”
Najimudin. 2004. “Pendekatan Inquiry dalam Pembelajaran P-IPS untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa. “www.ppsupi.org/abstraks.
Nurhadi, Senduk dan Agus Gerrald. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sumantri, Mulyani dam Johar Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan dan Kebudayaan.
Suparno, Paul. 1977. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Joni, T. Raka. 1986. Strategi Belajar Mengajar, Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Udin, S. 1997. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Jumat, 18 September 2009

Kesadaran Tertinggi

Setelah kematian bapaknya, Sularso selalu mengurung diri di kamar, dia lebih banyak merenung dan menjadi pendiam, ia juga jarang masuk kuliah, pintu kamar kosnya selalu tertutup rapat. Dia sekarang lebih memilih untuk tinggal di rumahnya di Pekalongan. Di sebuah desa dimana ia telah dibesarkan oleh seorang ayah yang begitu menyanyanginya.
Di rumah sederhana itu dia menghabiskan waktunya seorang diri, merenung dan mengenang almarhum bapaknya. Tak pelik, banyak anggapan yang beredar mengenai perubahan perilaku Sularso, terutama di kalangan teman-teman kampusnya. Ada yang beranggapan Sularso telah gila, ada juga yang tidak habis pikir kenapa Sularso yang dikenal begitu cerdas bisa berubah seketika menjadi orang aneh, dan ada juga temannya yang berpikir, alangkah teganya penguasa negeri ini membiarkan seoarang anak veteran perang terlantar begitu saja, seakan jasa dan pengorbanan yang diberikan untuk negeri ini tidak ada artinya sedikitpun. Anggapan yang terakhir ini, lebih banyak terlontar dari mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan (aktifis).
Sularso bukanlah pribadi yang cengeng, dia juga bukan tipe lelaki yang suka mengemis untuk diperhatikan atau dikasihani seperti yang dibayangkan oleh sebagian orang, ia lebih banyak mengurung diri di kamar, karena merasa bersalah atas kematian bapaknya, ia merasa tindakannya keterlaluan dan tidak bisa dimaafkan, sehingga bapaknya harus mati di tengah kesunyian di antara gundukan tanah pemakaman, ia menyesal telah berlaku kasar. Penyesalan dan rasa bersalah terus menghantuinya seperti bayang-bayang yang selalu setia menemani.
Sampai pada suatu hari, penyesalannya terus merasuki dan menggerogoti alam sadarnya, menggiringnya memasuki lorong-lorong sempit dan gelap, di mana tidak ada sesiapapun, semuanya hampa, sunyi dan sepi. Lamat-lamat ia merasakan ada sesuatu yang bergerak perlahan di sekujur tubuhnya, mulai dari ujung kaki merambat sampai ke ubun-ubun, ia merasakan ada sesuatu yang keluar meninggalkan dirinya.
Sularso memandangi tubuh kurus tanpa baju yang sedang duduk termenung di pojok kamar, ia merabanya, menatapnya dengan penuh haru, tubuh kurus dan pucat pasi itu tidak asing baginya.
“Inikah tubuh ringkih yang selama ini selalu bersamaku?”
Tanya Sularso sambil mengangkat wajah sosok yang sedang tertunduk lesu.
“Bagaimana mungkin aku selalu bersamamu sementara kau begitu lemah tak berdaya?”
Lanjut Sularso meremas lengan dan bahu tubuh kerempeng di depannya.
“Aku adalah kau, dan kau adalah aku Larso, tataplah aku dengan jelas”
Tiba-tiba sosok yang ada di depan Sularso mulai bersuara dengan tatapan yang begitu sendu.
“Tidak… aku tidak punya tubuh yang lemah seperti kau”
“Lalu… menurutmu aku ini siapa?”
“Kau adalah pecundang yang tidak tahu diri”
“Lihatlah dirimu, apakah kau lebih baik dariku?”
“Aku bukan kau, aku tidak pernah menyesali apapun yang terjadi, aku tidak pernah takut menghadapi apapun, sementara kau… kau hanya bisa diam membisu, bersembunyi dari kenyataan, kau begitu payah”
“Siapa kau?”
“Siapa aku…? Aku adalah Sularso, anak dari Suroso, veteran perang jaman Belanda dan Jepang, aku adalah mahasiswa yang memiliki idealisme, rela berkorban demi kebenaran, akulah kesatria yang akan menuntun rakyat negeri ini menuju kebahagiaan dan kemerdekaan sejati”
“Ha…ha… tanpa aku, kau tidak bisa berbuat apa-apa Larso, kau lebih payah dari aku, kau terlalu berambisi, kepalamu dipenuhi dengan hayalan-hayalan semu, akulah yang nyata sementara kau tidak”
“Salah.. kau salah besar… kau begitu hina, kau hanyalah seonggok daging yang ditopang oleh tulang belulang, kau ada karena aku ada bersamamu, sadarlah jalan yang akan kau lalui masih panjang, tidak ada artinya kau sesali, semuanya telah terjadi, biarlah hidup ini mengalir seperti air, peganglah tanganku, pejamkan matamu, akan ku perlihatkan bagaimana kehidupan yang semu dan penuh ketidakadilan ini bersemayam dikepalaku, dengarlah syair ini lalu bukalah matamu perlahan.

“Hai kau…
Apa yang kau cari…
Aku di sini
Tak guna kau sesali
Apa yang telah terjadi
Hidup ini memang berat
Tapi jangan pernah menyerah
Hapuslah air matamu
Sambutlah matahari pagi
Yang kan merubah segala mimpi
Hai kau
Yang diselimuti kabut hitam
Apa yang kau cari
Aku ada disni
Ada dalam ketiadaan
Hidup dalam keabadian
Tiada kepalsuan
Apa Yang Kau cari
Aku ada disini

Mendengar lantunan syair yang silih berganti, mengusik kesadaran Sularso, ia terkejut dan segara membuka matanya, sekelilingnya ia pandangi dengan seksama, ia tidak percaya, ia ada di mana, dipandanginya seluruh ruangan, semuanya putih bagai hamparan salju, dia merasa saat ini ada di sebuah rumah sakit. Dia melihat banyak orang lalu lalang, ada yang terbaring lemas sedang diinfus, ada yang duduk di atas kursi roda dengan wajah yang lesu, dan ada yang sibuk menukar resep dokter.
Tidak lama kemudian, ia melihat mobil sedan parkir tepat didepannya, nampaknya ada seorang perempuan setengah baya terbaring lemas di sofa belakang. Dengan penuh perhatian dan gerakan yang cekatan, para perawat lari berhamburan memberikan pertolongan bagi perempuan yang ditangannya melingkar serentetan gelang emas berkilauan. Dari penampilannya bisa ditebak bahwa perempuan itu adalah orang kaya yang disegani, tanpa banyak tanya perawat-perawat itu segera melakukan pemeriksaan lalu menyiapkan ruangan yang lengkap dan mewah seperti di hotel-hotel atau penginapan berkelas dengan pelayanan terjamin.
”Bagaimana bahagianya perempuan ini mendapatkan pelayanan yang demikian bagus” gumam Sularso membatin. Baru saja ia beranjak dari ruang VIP tersebut, tiba-tiba muncul lelaki tua mimisan dengan pakaian seadanya, baju yang dikenakannya begitu kotor berlumuran darah yang menetes dari hidungnya. Tukang becak yang mengantarnya berusaha sendirian memapah pria tersebut menuju ruang ICU, sementara para perawat yang tadi melayani perempuan setengah baya itu acuh tak acuh, seakan tidak perduli, bahwa pria itu juga butuh pertolongan secepatnya.
“Mbak… ruangan kosong masih ada nggak buat bapak ini?” tanya si tukang becak.
“Sabar, kan belum diperiksa” jawab si perawat dengan cemberut
”Mbak...”
”Saudara siapa? Perawat tidak memberi kesempatan tukang becak berbicara terlalu banyak
”Saya ini tukang becak, tetangga bapak yang sakit ini, keluarganya tidak sedang dirumah, saya melihatnya keluar sempoyongan dengan hidung berlumuran darah lalu terjatuh” tandas tukang becak dengan penuh harap agar si perawat segera melakukan tindakan.
”O.. ya bapak tunggu saja sebentar” timpal si perawat sambil berlalu dari hadapan si tukang becak.
”Mmbak...”
”Apa lagi...”
”Kapan dia diperiksa?” tanya tukang becak panik
”Sampaian sabar aja, masih banyak pasien yang juga butuh pertolongan secepatnya” jawab si perawat sambil lalu dengan muka yang sinis, tidak ada senyum sedikitpun dibibirnya.
”Tapi mbak...mbak...” panggil tukang becak semakin panik melihat perawat itu pergi ke ruang sebelahnya, sedangkan orang tua yang diantarnya semakin berlumur darah, ia berusaha mengusap darah yang menetes dari hidung orang tua itu dengan handuk kecil yang melingkar dilehernya.
Melihat kejadian itu, Sularso merasa gerah dan tidak bisa mengendalikan emosinya.
”Kejam...sungguh kejam, ini tidak adil, ini tidak manusiawi, kalian tidak pernah berpikir bagaimana seandinya lelaki tua itu adalah orang tua, saudara atau sanak famili kalian, keterlaluan...” Sularso membatin.
Segala rasa berkecamuk dalam pikirannya, ia tidak tahan lagi melihat begitu banyaknya pasien terlantar diemperan rumah sakit dengan pelayanan seadanya. Sementara yang lainnya diperlakukan dengan begitu istimewa. Wajahnya memerah, tubuhnya gemetaran menahan amarah yang amat sangat. Lalu...
”Hentikan.... ini tidak adil...” Teriak Sularso.
”Dengar Larso, tidak ada artinya kau berteriak karena kau masih bersamaku, lihatlah disamping rumah sakit ini, di sana ada sekolah, dari sana kau baru tahu kenapa kebanyakan diantara mereka berbuat seperti itu” Suara itu terdengar samar-samar seperti sedang berbisik kepadanya.
Dalam sekedipan mata Sularso telah berada di sekolah yang ditunjukkan oleh suara itu, di sana dia melihat anak-anak tidak ceria lagi, padatnya kurikulum telah mendominasi perkembangan mereka, hampir tidak ada waktu bermain. Di dalam kelas yang kaku dan terlalu banyak aturan itu dia melihat anak-anak seperti robot mainan yang sedang dicarger baterainya. Disitulah guru bertindak sebagai dewa penentu masa depan. Sekolah kemudian tidak lebih dari penjara yang menyiksa anak-anak dengan begitu banyak hafalan lalu diadili dengan selembar kertas.
Hari berganti hari, pakaian sekolah juga berganti setiap hari, guru yang dulunya umar Bakri seperti lagunya Iwan Fals sekarang berubah menjadi Rizal Bakry sang pengusaha besar. Sekolah menjadi lahan bisnis yang sangat menjanjikan. Banyak guru berteriak menuntut kenaikan gaji demi kesejahteraan, namun tidak pernah terdengar satupun guru berteriak ketika begitu banyak siswa yang tidak lulus atau menjadi pengangguran. Kerelaan telah diganti dengan uang, ’tanpa tanda jasa’ telah diganti dengan sertifikat dan uang, semuanya berdasarkan berapa banyak uang yang ada dikantong calon peserta didik atau berapa banyak gaji yang akan diperoleh, bukannya berapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh anak-anak yang akan meniti masa depannya. Maka jangan berharap bisa masuk kelas unggulan kalau modalnya pas-pasan, masuk sekolah pun tidak ada jaminan, akhirnya banyak anak-anak gelandangan usia sekolah berkeliaran di pinggir-pinggir jalan.
”Sungguh memalukan, wajar saja banyak perawat, dokter atau pegawai dan pejabat berkelakukan tidak manusiawi, karena semuanya diukur dengan uang, mereka sekolahnya mahal, hitung-hitung ngembalikan modal, yah.. aku baru paham sekarang, kenapa orang miskin tidak boleh sakit dan di larang sekolah” gumam Sularso sambil mengangguk-anggukkan kepala.
”Larso... apa kau paham sekarang, kenapa aku mengajakmu untuk melihat semua ini?” tiba-tiba suara itu datang kembali.
”Ya... aku sadar... aku paham akan semua yang terjadi” jawab Larso sambil menganggukkan kepala berusaha meyakinkan dirinya.
”Kalau begitu bagunlah...hentikan kelesuan ini, tidak ada artinya kau duduk termenung dan menyesali diri, lakukanlah sesuatu untuk merubah wajah negeri ini menjadi lebih baik...” sentak suara itu menyadarkan Sularso dari lamunannya.
Sehari setelah kejadian itu, Sularso lantas bergegas ke Semarang untuk melanjutkan kuliahnya, ia tidak pernah berpikir bagaimana biaya kuliah dan biaya hidupnya nanti di sana, yang jelas ia hanya punya satu keyakinan bahwa hidup ini adalah suatu proses yang penuh dengan konsekuensi dan harus dijalani, tiada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi esok harinya.

Tips Menemukan Masalah Dengan Hasil Spektakuler

Bingung mau nulis apa? Nyari masalah sulit? Tips berikut bias membantu anda:
Perbanyaklah membaca: membaca adalah kunci dari segala ilmu, semakin banyak anda membaca maka semakin banyak wawasan yang anda miliki begitu juga sebaliknya. Dengan membaca dapat melatih kepekaan anda dalam melihat dan memahami masalah-masalah atau persoalan-persoalan.Bahan bacaan bebas, anda bisa membaca koran, majalah, buku, jurnal, dan lain sebagainya.
Pelihara dan perbanyak pergaulan: ada pepatah mengatakan, “semakin banyak kawan semakin banyak rezeki”, untuk itu, bergaullah dengan semua orang dan jangan ‘tebang pilih’ siapa yang hendak didekati. Dengan memelihara dan memperbanyak pergaulan, akan melatih anda secara nyata untuk mengetahui masalah-masalah apa yang dihadapi oleh masyarakat, dan itu juga akan membantu anda menjadi lebih peka terhadap masalah.
Mulai sekarang belajarlah mengutarakan isi kepala anda lewat tulisan!: apa yang anda tulis? bagaimana memulainya? Pertanyaan ini adalah yang paling banyak diajukan oleh kawan-kawan. Menulis memang bukanlah pekerjaan yang gampang, tetapi yakinlah mengikuti tips yang diutarakan pada point satu dan dua dapat membantu anda untuk lebih mudah menjadi penulis. Berapa lama? Itu tergantung dari ketekunan anda. Yang penting, tulislah apa saja yang anda di benak anda saat ini, aturan penulisan dan ejaan bisa anda abaikan dulu.
Lakukan langkah pertama sampai ketiga dengan teratur dan bersamaan. Apabila ada sesuatu yang mengganjal dipikiran anda dan anda yakin itu adalah sebuah masalah yang perlu anda carikan solusinya. Tulis dan simpan dalam catatan kecil.
Buatlah tulisan dengan tema yang ada dalam catatan masalah yang anda peroleh. Ingat, anda harus dapat melihat dengan jeli bahwa apa yang terlihat dalam kehidupan masyarakat memiliki jurang pemisah (perbedaan) dengan apa yang anda baca selama ini melalui buku, majalah, koran dan lain sebagainya. Caranya? Tulis dulu berbagai macam kejadian yang anda lihat di tengah kehidupan masyarakat. Misalnya, karena anda adalah seorang guru, tentu pergaulan anda lebih cenderung dengan sekolah dan isinya (guru, kepala sekolah, tata usaha, siswa, buku, dan lain sebaginya). Hal ini menuntun anda untuk mengumpulkan berbagai persoalan yang terjadi dilingkungan sekolah anda. Bandingkan kondisi tersebut dengan apa yang telah anda baca, lalu masukkan secara bergantian (kenyataan >< bacaan kenyataan >< bacaan atau sebaliknya dan seterusnya).
Repleksikan tulisan anda: dalam tahapan ini, anda boleh melakukan editing terhadap kalimat atau kata-kata yang menurut anda kurang pas.
Lakukan penilaian: setelah anda menyelesaikan tulisan anda, lakukanlah penilaian terhadap tulisan anda sendiri (self assessment). Anda bisa membandingkan karya anda dengan karya penulis-penulis terkenal (hal ini bisa memacu anda untuk lebih giat lagi), mintalah orang lain untuk membaca apa yang anda tulis (jangan malu-malu) kalau pun tulisan anda ditertawai, tidak masalah karena yang tertawa itu juga belum tentu bisa seperti anda.
Selamat mencoba dan bergabung bersama kami di forum ini. Jangan lewatkan keinginan anda untuk segara menjadi yang terbaik, jika anda masih memiliki pertanyaan, segera ajukan kepada kami, dan anda akan menerima jawaban yang tidak ada duanya. Atau jika anda memiliki saran dan kritik, sampaikan saja, anda boleh menertawai kami, anda bebas melakukan apa saja setelah bergabung bersama kami disini.
Salam Demnas...!


Ciri-Ciri Masalah Yang Baik
Apakah sekarang anda mengerti apa yang sebenarnya dinamakan masalah? Jika anda membaca dengan baik tips menemukan masalah pada tulisan sebelumnya. Maka anda akan segera menjawab bahwa : masalah adalah kesenjangan (gap) antara harapan (dass solen) dan kenyataan (dass sein). Setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit Begitu banyak masalah yang terjadi di sekitar kita dan terkadang tanpa kita sadari itu semua terjadi pada kita sendiri. Dari sekian banyak masalah tersebut, tidak semua masalah bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terkait dengan waktu, biaya, kemampuan yang kita miliki, kebutuhan masyarakat, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita harus mengetahui ciri-ciri masalah yang baik itu seperti apa? Tulisan di bawah ini mungkin dapat membantu anda:
Masalah haruslah original (asli)
Sekali lagi saya bertanya, sudahkah anda membaca tips menemukan masalah pada tulisan sebelumnya? Jika jawaban anda iya, maka saya yakin anda bisa memilah mana masalah yang up to date dan mana yang sudah usang, anda juga mengetahui bahwa masalah itu sudah banyak dirumuskan ataukah memang belum ada yang merumuskan masalah tersebut. Kalau memang belum ada yang merumuskan masalah seperti itu, sekarang cermatilah, apakah masalah itu memiliki nilai ilmiah ataukah tidak, usahakan jangan memilih masalah-masalah yang sepele. Seperti : ”apa warna celana dalam pak Gunawan?”
Menyatakan suatu hubungan
Setiap masalah pati memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat), karena pola hidup manusia juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa kehadiran orang lain. Tentunya masalah juga demikian haruslah memiliki hubungan antara satu atau lebih variabel. Sudah pasti, pertanyaan yang akan muncul dari pola yang demikian itu adalah: Apakah A mempunyai hubungan dengan B? Bagaimana A dan B berhubungan dengan C, dan lain sebagainya.
Merupakan hal yang penting
Seberapa penting masalah yang anda pilih itu untuk diteliti? Apakah masalah yang anda pilih itu mempunyai arti dan nilai, baik dalam bidang keilmuan anda maupun dalam penerapannya? Nah.. pertanyaan ini cukup jelas untuk memberikan gambaran tentang masalah yang penting dan tidak, dan ini akan sangat menentukan kualitas penelitian anda.
Masalah harus dapat diuji/diteliti.
Suatu pekerjaan yang sia-sia jika anda memilih masalah yang tidak dapat diuji atau diteliti, dalam artian bahwa masalah yang anda pilih sebenarnya sudah memiliki jawaban-jawaban sementara atau anda sendiri memiliki gambaran bagaimana masalah itu akan dipecakan dengan penelitian yang akan anda lakukan. Ingat.. bahwa penelitian adalah kegiatan yang terencana, sistematis dan ilmiah.
Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Contoh: ”Apakah metode A berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran X?” ”Apakah kesejahteraan dalam bentuk kenaikan gaji dapat meningkatkan kinerja guru?” dan sebagainya.
Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia.
Masalah yang baik adalah masalah yang sudah tersedia/terencana sejak awal bagaimana masalah itu dapat dipecahkan dengan metode dan data-data yang akurat. Data adalah inti dari karya ilmiah, tanpa data anda tidak dapat berbuat apa-apa, data yang tersedia tanpa metode yang jelas dalam memecahkan masalah juga dapat menjadi kendala gagalnya penelitian yang akan dilakukan. Artinya metode dan data sama-sama memiliki kedudukan yang sangat penting dalam penelitian.
Biaya harus tersedia dalam batas-batas relatif yang dibutuhkan.
Kegiatan apapun yang kita lakukan, tentunya tidak bisa terlepas dari masalah pembiayaan, oleh karena itu dalam melakukan sebuah penelitian harus jelas berapa dana yang dibutuhkan dan sumber-sumber pendanaannya dari mana. Dalam hal ini, keberadaan sponsor sangat dibutuhkan.
Tidak bertentangan dengan hukum atau adat.
Dalam memilih masalah anda tentunya, peka dan jeli dalam melihat kondisi masyarakat, baik dari segi budaya maupun hukum yang ada di tempat tersebut, maka janganlah memilih masalah yang kira-kira mendatangkan konflik secara hukum dan adat.
Masalah harus menarik bagi peneliti
Kenapa masalah itu harus menarik bagi peneliti? So.. pasti, jawabannya bagaimana mungkin anda melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak anda minati dan tidak ada ketertarikan sedikitpun tentangnya.
Masalah yang akan diteliti haruslah sesuai dengan kualifikasi (bidang keilmuan) peneliti sendiri.
Dalam memilih masalah, tidak hanya diharuskan mengenai ketertarikan anda terhadap suatu masalah, tetapi apakah bidang keilmuan yang anda miliki sekarang ini relevan dengan masalah yang akan anda carikan jawabnya. Misal: bidang keilmuan anda adalah pendidikan matematika, tentunya masalah-masalah yang akan anda coba jarikan jawabnya melalui penelitian adalah masalah-masalah bagaimana proses pembelajaran matematika di kelas, metode pembelajaran, sistem evaluasi dan sebagainya. Tidak menutup kemungkinan anda juga tertarik terhadap masalah: faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan di sebuah rumah sakit.