Minggu, 07 Februari 2010

PENDIDIKAN DALAM MENYONGSONG PERDAGANGAN BEBAS 2

Apa yang saya tulis sebelumnya, tidak lain merupakan sebagian kecil dari sekian banyak persoalan yang kita hadapi sekarang ini. Lantas Solusinya bagaimana? apakah kita harus mengganti menteri ataukah kita harus mengadopsi sistem pendidikan negara-negara maju? Tidak! saudaraku... jika saudaraku bertanya demikian, maka secara tidak langsung kita telah masuk ke ranah filsafat pendidikan, kita harus kembali pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pendidikan itu sendiri, bahwa pendidikan adalah sebuah sistem yang memiliki kerangka konseptual, ideologi dan sejenisnya.
Mengganti menteri tidaklah menjamin perbaikan secara sistemik walaupun memang perangkat itu diperlukan dari segi otorisasi, apalagi mengadopsi sistem pendidikan dari negara maju yang sering dilakukan oleh pejabat-pejabat di lingkungan pendidikan kita. Budaya kita beda, sistem nilai yang kita anut juga beda.
Lalu solusinya bagaimana? kenapa kita hanya bertele-tele dengan pembicaraan ini? Sabar saudaraku... saya hanya ingin mengatakan, dalam menyongsong perdagangan bebas hari ini kita memerlukan : 1) kurikulum pendidikan yang berwawasan multikultural, kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal, 2) kita membutuhkan guru yang berani berkorban (ikhlas, jujur dan penyayang) yang benar-benar bisa dijadikan panutan oleh peserta didik, 3)perlu kejujuran pada level pimpinan di daerah, terutama dalam hal rekrutmen tenaga kependidikan, 4) perlu pendidikan moral yang tinggi bagi calon tenaga kependidikan, 5) kita perlu merumuskan kembali tujuan pendidikan kita ke arah yang lebih aplycable, dengan pandangan masa depan yang lebih maju dari hari ini, dan 6) kita harus mulai dari diri kita sendiri, sekaranglah saatnya. Kalau tidak maka tunggulah hari esok di mana kita semua bahkan anak cucu kita menjadi budak/pengemis di daerahnya sendiri dan jangan pernah kita kaget kalau 5 tahun atau 10 tahun yang akan datang kita benar-benar jatuh dan tidak bisa bangun lagi.
Itulah yang mampu saya katakan... moral bangsa ini hanya bisa dibangun melalui pendidikan yang bermoral. karena mencetak ribuan sarjana yang cerdas tidaklah sesulit mencetak manusia-manusia yang memiliki moralitas tinggi. Tidak akan ada korupsi seperti hari ini jika memang moral kita sudah baik, tidak akan ada mafia/penjahat jika moral kita telah mapan.
Memberikan Ilmu kepada orang yang bermoral bejat
Lebih jahat daripada memberikan pedang kepada pemabuk
Akh... solusi ini tidak praktis...! kawanku mendesak. Seharusnya hukuman mati bagi para koruptor dan penjahat, guru-guru yang malas dan tidak profesional di pecat itu lebih praktis dan kita ganti PRESIDEN beserta semua menterinya!
Saudaraku... bukankah kekerasan yang dibalas dengan kekerasan sama juga kekerasan, memandang satu persoalan tidak bisa hanya dari beberapa segi. yang kita bicarakan ini adalah sistem. Yang namanya sistem harus di lingkari oleh moralitas yang gerakannya sangat mendasar (fundamental). Percayalah... bahwa presiden, menteri dan yang lainnya itu hanyalah satu dari sekian banyak komponen yang ada dalam sistem.
Kalau Begitu kita harus melakukan REVOLUSI ! Nah, itu dia persoalannya. Mendobrak tatanan yang ada (mapan) tidak segampang membalik telapak tangan bukankah pernyataan ini lebih tidak praktis daripada usul yang saya tawarkan?
Pembicaraan kita ini begitu membosankan... tidak ada hubungannya dengan tema yang ingin kita bicarakan.. saudaraku sedikit emosi
Saudaraku... bukankah kejadian hari ini adalah akumulasi dari sekian banyak perilaku kita di masa lalu, siapa yang mau kita salahkan, ketika kita tidak mampu bersaing dengan Cina misalnya, sadarilah bahwa semua ini terjadi karena kesalahan kita semua bukan hanya kesalahan mereka. Cina hanyalah negara kecil yang baru saja bangkit dari keterpurukannya, kenapa kita tidak belajar dari mereka? Bedanya Cina dengan Indonesia disana, orang cina lebih cepat sadar ruang dan waktu, orang cina lebih cepat mengakui kesalahan mereka dengan penuh rendah hati, dalam bersikap mereka selalu tegas dan disiplin. Kita orang Indonesia yang katanya memiliki PANCASILA ternyata lebih bobrok daripada cina yang KOMUNIS, kita yang katanya masyarakat beragama ternyata berperilaku lebih rendah daripada atheis. MALU... Rasa malu inilah yang telah hilang di masyarakat kita. Dari segi ekonomi, kita lebih mendahulukan perasaan, inilah yang membuat kita terjerembab ke dalam bencana perdagangan bebas. Kita harus sadar bahwa selama ini kurikulum kita tidak mengajarkan peserta didik untuk memahami dunianya (masyarakatnya), kurikulum kita yang terlalu padat itu tidak memberikan ruang yang begitu luas bagi pembinaan mentalitas yang bernama moral. kurikulum kita juga lemah dalam memprediksi masa depan, karena itu tadi, kita lebih disibukkan dengan batasan kesejahteraan! Instrumen peningkatan kesejahteraan bagi guru yang ditawarkan Fasli Jalal dan kawan-kawan POKJA, ternyata tidak terbukti mampu merubah pendidikan ini menjadi lebih baik. atau katakanlah seperti MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang ditawarkan dalam kepemimpinannya Indra Jati Sidi yang diadopsi dari luar negeri dan sekarang membuahkan hasil sekolah menjadi lahan bisnis, karena memang tidak ada prakondisi untuk itu dan itu semua terjadi karena manajemen pendidikan kita terlalu berbasis proyek.
Menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan non formal sekarang ini adalah indikasi dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan kita. Tingginya angka tauran antar pelajar adalah salah satu bukti mereka hanya dicetak untuk menjadi robot-robot, intinya pendidikan kita telah kehilangan esensinya yaitu memanusiakan manusia seutuhnya.
Akhir kata... aku hanya ingin menyampaikan..."perbaikilah moral bangsa ini terlebih dahulu melalui pendidikan yang tentunya juga bermoral, jangan khawatir kita tidak bisa bersaing hari ini, dan percayalah semuanya akan berubah. wahai para guru/dosen asuhlah siswa/mahasiswa itu seperti anak kandung kau sendiri ajari mereka bagaimana ilmu yang agung itu bisa membawa mereka ke masa depan yang lebih baik..." aku bukanlah orang hebat seperti para profesor yang sekolahnya di luar negeri, aku hanyalah manusia yang memiliki secuil pengetahuan yang aku sendiri tidak mengetahuinya dan aku juga mungkin manusia yang tidak bermoral dalam pandanganmu. Maafkan daku karena kebodohan ini. Aku hanya sedikit prihatin dengan nasib negeri di mana aku telah dilahirkan....aku tidak mungkin mengatakan bahwa aku malu dilahirkan disini, aku juga tidak mungkin berbicara perdagangan bebas terlalu panjang sementara aku melihat anak-anak jalanan dan orang-orang miskin serta pengangguran yang terus meningkat sedangkan korupsi, penjahat penjarah uang rakyat terus saja merajalela. SELAMAT BERJUANG...INDONESIA menantimu

1 komentar:

Marleny mengatakan...

sepakat!! semoga dari kegelisahan dan keprihatinan qt bs mengawali perbaikan pada pendidikan di bumi pertiwi ini...btw izin share ya. thks b4.