Jumat, 02 Oktober 2009

Menggabungkan Metode Kuantitatif dan Kualitatif

Pendahuluan
Penggabungan dua metode yang berbeda (kuantitatif dan kualitatif) dalam sebuah penelitian menjadi isu hangat ditahun-tahun terakhir, tetapi juga memunculkan permasalahan tersendiri antara paradigma-paradigma pada tingkat epistemologi dan teori. Hal ini tentunya juga dikarenakan literatur-literatur metodologi penelitian yang beredar lebih banyak mengupas tentang perbedaan kedua metode pendekatan tersebut daripada buku teks yang memberikan petunjuk untuk melakukan penelitian multi metode (metode ganda).
Tulisan ini tidak bertendensi untuk mengarahkan pikiran dan keputusan anda menuju kepada keharusan untuk melakukan penggabungan metode dalam sebuah penelitian, keputusan untuk hal ini tergantung dari paradigma dan teori yang dianut/digunakan serta masalah yang diteliti. Tulisan sederhana ini hanya mencoba mengupas, kemungkinan melakukan penggabungan dan teknik-teknik penggabungan metode dalam sebuah penelitian berdasarkan teori-teori yang ada. Dengan harapan dapat menambah khasanah keilmuan dalam melakukan penelitian.

Apa yang dimaksud dengan Pardigma?
Bogdan dan Biklen (1982:32) mendefinisikan paradigma sebagai kumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Sedangkan Kuhn (1962 dalam The structure of scientific revolutions mendeifinisikan paradigma ilmiah sebagai contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, contoh-contoh termasuk hukum, teori, aplikasi, dan instrumentasi secara bersama-sama—yang menyediakan model yang darinya muncul tradisi koheren dari penelitian ilmiah.
Sementara itu, dari pandangan Kuhn diatas, Hormon (1970) mendefisinikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas.
Capra (1996) mendefinsikan paradigma sebagai konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya.
Ihalauw (2000), mengemukakan konsep paradigma dalam dua pemahaman. Pertama, paradigma dipahami sebagai sebuah citra fundamental (baik yang sedang berlaku ataupun yang baru sebagai hasil dari revolusi keilmuan) dari permasalahan pokok dalam sebuah ilmu. Kedua, paradigma sebagai titik pandang disertai seperangkat asumsi yang merepresentasikan gagasan ilmiah.
Baker (1992) dalam Paradigms: The Business of Discovering the Futur mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal: 1) hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan 2) hal itu menceritakan kepada Anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.
Berdasarkan beberapa definisi paradigma tersebut, dapat dipahami bahwa paradigma merepresentasikan landasan ontologi dan epistemologi suatu gagasan. Sebagai cara pandang atau citra fundamental, dalam paradigma tersurat dan tersirat gagasan apa yang harus diteliti dan bagaimana cara menelitinya.
Dalam perkembangannya, terdapat banyak macam paradigma, namun yang mendominasi ilmu pengetahuan sekarang ini adalah paradigma ilmiah (scentific paradigm) yang bersumber dari pandangan positivisme dan paradigma alamiah (naturalistic paradigm) yang bersumber dari pandangan fenomenologis.
Lincoln dan Guba (1985:37) memberikan perbedaan dua paradigma tersebut dari beberapa aksioma sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut:

Aksioma Tentang Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah
Hakikat kenyataan Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentaris Kenyataan adalah jamak, dibentuk, dan merupakan keutuhan
Hubungan pencari tahu dengan yang tahu Pencari tahu dan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualisme Pencari tahu dan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
Kemungkinan generalisasi Generalisasi atas dasar bebas waktu dan bebas-konteks dimungkinkan (pernyataan nomotetik) Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan.
Kemungkinan hubungan sebab akibat Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya Setiap kebutuhan berada dalam keadaan mempengaruhi secara bersama-sama sehingga sukar membedakan mana sebab dan mana akibat
Peranan nilai Inkuirinya bebas-nilai Inkuirinya terikat nilai


Apa itu Teori?
Kerlinger (1973) mendefinisikan teori sebagai sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Teori dengan demikian menyatakan hubungan sistematis dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertain atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Nazir (2005) menguraikan tiga hal tentang teori sebagai berikut:
teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri atas konstrak (construct) yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas pula.
Teori menjelaskan hubungan antarvariabel atau antarkonstrak (construct) sehingga pandangan yang sisematis dari fenomena-fenomena yang diterangkan oleh variabel dengan jelas kelihatannya.
Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variabel mana yang berhubungan dengan variabel mana.

Menuju penggabungan metode penelitian (mixing method)
Bryman (1988) menguraikan cara-cara penggabungan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif sebagai berikut:
Logika ’Triangulasi
Temuan-temuan dari satu jenis studi dapat dicek pada temuan-temuan yang diperoleh dari jenis studi yang lain. Misalnya, hasil-hasil penelitian kualitatif dapat dicek pada studi kuantitatif. Tujuannya secara umum adalah untuk memperkuat kesahihan temuan-temuan.
Penelitian kualitatif membantu penelitian kuantitatif
Penelitian kualitatif dapat membantu memberikan informasi dasar tentang konteks dan subyek, berlaku sebagai sumber hipotesis, dan membantu konstruksi skala.
Penelitian kuantitatif membantu penelitian kualitatif
Biasanya, ini berarti penelitian kuantitatif membantu dalam hal pemilihan subyek bagi penelitian kualitatif
Penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif digabungkan untuk memberikan gambaran umum
Penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk mengisi kesenjangan-kesenjangan yang muncul dalam studi kualitatif. Karena, misalnya, peneliti tidak bisa berada pada lebih dari satu tempat di saat yang bersamaan. Jika tidak, mungkin tidak seluruh masalah dapat diterima semata bagi penelitian kuantitatif atau semata bagi penelitian kualitatif.
Struktur dan Proses
Penelitian kuantitatif terutama efisien pada penelusuran ciri-ciri ’struktural’ kehidupan sosial, sementara studi-studi kualitatif biasanya lebih kuat dalam aspek-aspek operasional. Kekuatan ini dapat dihadirkan bersama-sama dalam satu studi.
Perspektif peneliti dan perspektif subjek
Penelitian kuantitatif biasanya dikemudikan oleh perhatian peneliti, sementara penelitian kualitatif mengambil perspektif subyek sebagai titik tolak. Penekanan-penekanan ini dapat dihadirkan bersama-sama dalam satu studi.
Masalah kegeneralisasian
Kelebihan beberapa fakta kuantitatif dapat membantu menyederhanakan fakta ketika seringkali tidak ada kemungkinan menggeneralisasikan (dalam arti statistik) temuan-temuan yang diperoleh dari penelitan kualitatif.
Penelitian kualitatif dapat membantu interpretasi hubungan antara ubahan-ubahannya
Penelitian kuantitatif dengan mudah memberi jalan bagi peneliti untuk menentukan hubungan antara ubahan-ubahan, tetapi seringkali lemah ketika ia hadir untuk mengungkap alasan-alasan bagi hubungan-hubungan itu. Studi kualitatif dapat digunakan untuk membantu menjelaskan faktor-faktor yang mendasari hubungan yang terbangun.
Hubungan antara tingkat ’makro’ dan ’mikro’
Penggunaan penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat memberi sarana untuk menjembatani kesenjangan makro dan mikro. Penelitian kuantitatif sering dapat mengungkap ciri-ciri struktural kehidupan sosial skala besar. Sementara penelitian kualitatif cenderung menyentuh aspek-aspek behavioral skala kecil. Ketika penelitian berupaya mengungkap kedua tingkat itu, maka pemaduan penelitian kuantitatif dan kualitatif bisa menjadi keharusan.
Tahap-tahap dalam proses penelitian
Penelitian kuantiatif dan penelitian kualitatif bisa menjadi selaras untuk tahapan-tahapan yang berbeda dari suatu studi longitudinal.
Cangkokan
Contoh utama cenderung terjadi apabila penelitian kualitatif dilakukan dalam desain penelitian kuasi eksperimental (kuantitatif)

Bahan Bacaan:

Bryman, A. 1988. Quantity and Quality in Social Research. London: Unwin Hyman.
Guba, E.G. and Lincoln, Y.S. 1982. ’Epistemologi and Methodological bases of naturalistic inquiry’. Educational Communication and Tehnology Journal, 30, pp. 233-352
Ihalouw,J.J.O.I. 2000. Bagunan Teori. Salatiga: Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana.
Kerlinger, F.N. 1973. Foundation of Behavioral Research. 2nd ed. New York: Holt, Rinehart and Winsto Inc.
Kuhn, T.S. 2002. The Structure of Scientific Revolution. Alih Bahasa: Tjun Surjaman. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor.

Tidak ada komentar: