Merumuskan masalah penelitian bukanlah pekerjaan yang gampang, tidak sedikit kawan-kawan mahasiswa kebingungan dan tidak jarang pula para ahli mengalami kesulitan dalam hal ini. Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan dalam merumuskan masalah penelitian
gb. tribunnews.com
#1. Mengumpulkan data tanpa mendefinisikan dengan baik rencana atau tujuan, membuat beberapa arti/makna dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Seringkali mahasiswa atau peneliti pemula melakukan pengumpulan data terlebih dahulu begitu dia mendapat ide/gagasan penelitian yang hendak dilakukannya, tanpa membuat kerangka acuan atau rencana dan tujuan penelitian. Akhirnya yang terjadi adalah data yang sudah dikumpulkan dipaksakan untuk bisa digunakan, sehingga terjadi kesalahan fatal. Data tidak match dengan masalah faktual yang diteliti berdampak kepada salahnya simpulan yang diambil.
#2. Mengambil "data sudah jadi" atau data yang sudah ada dan mencoba untuk menyesuaikan data tersebut dengan pertanyaan penelitian.
Hal ini biasanya terjadi pada penelitian pendidikan, terutama pada penelitian mahasiswa/dosen yang dilakukan di sekolah atau universitas. Contoh kasus, misalnya seorang dosen yang hendak meneliti tentang prestasi belajar mahasiswa yang dilihat dari IPK-nya. Dosen/peneliti langsung saja mengambil data dari bidang akademik yang mengurusi masalah nilai akademik yang sudah tersedia. Dia tidak berusaha menyusun instrumen atau alat ukur sendiri untuk mengumpulkan data prestasi belajar subjek penelitiannya. Nah, disinilah kemudian pemaknaan atau pendefinisian prestasi belajar sesuai dengan tujuan penelitiannya tidak tercapai, malah simpulannya menjadi absurd.
#3. Mendefinisikan tujuan secara umum seperti istilah yang ambigu (interpretasi ganda) dan menyebabkan kesimpulan penelitian akan menjadi kabur dan sewenang-wenang (sak karep-karepe, Jawa).
Sebelum memulai penelitian, peneliti dituntut untuk menjelaskan secara detail mengenai variabel penelitiannya (biasanya didefinisikan secara operasional). Definisi operasional inilah yang menjadi acuan penelitian dan mempertegas standing opinion peneliti mengenai problematika penelitian yang dilakukannya.
#4. Melaksanakan penelitian tanpa melakukan peninjauan literatur atau hasil-hasil penelitian yang sudah ada.
Menjadi peneliti tidaklah sama dengan penulis cerpen atau novel (karya fiksi). Dibutuhkan minat baca dan kemampuan analisa terhadap hasil bacaan dengan cermat dan teliti. Selain itu, referensi atau literatur serta hasil-hasil penelitian sebelumnya sangat dibutuhkan dan menduduki posisi/fungsi yang sangat vital pada sebuah penelitian. Kenapa? Karena sejatinya tidak ada yang baru di bawah matahari, "Nothing News Under The Sun". Dengan kalimat yang lebih sederhana, agar sanad (jalur) keilmuannya jelas, tidak terjadi duplikasi/plagiasi terhadap hasil penelitian.
#5. Penelitian dasar, unik untuk situasi tertentu, memungkinkan tidak ada generalisasi di luar situasi itu dan tidak membuat kontribusi terhadap tubuh umum penelitian pendidikan.
Penelitian dasar atau fundamental research, dibutuhkan dalam penelitian pendidikan terutama di Indonesia yang memiliki khasanah budaya dan kearifan lokal yang sangat beragam diberbagai daerah. Penelitian jenis ini tidak sama dengan penelitian terapan, maksudnya bahwa penelitian fundamental sifatnya adalah membangun teori-teori baru berdasarkan realitas sosial yang ada, bukan membuktikan teori dan membuat generalisasi. Biasanya penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif.
#6. Kegagalan mendasar dalam menyusun teori atau kerangka konseptual, yang akan menuntunnya melakukan penelitian dalam skema yang sistematis dan komparatif, memberikan umpan balik dan evaluasi bagi teori pendidikan.
Gagalnya peneliti dalam menyusun teori dan kerangka konseptual disebabkan karena terlalu banyak referensi yang digunakan (dbaca), namun tidak mampu menentukan sikap secara ilmiah akan menggunakan paradigma atau cara pandang yang bagaimana dalam mengungkap problematika penelitiannya. Bisa juga disebabkan karena jumlah literature yang digunakan sangat terbatas pada tema/topik yang dikaji.
#7. Kegagalan membuat asumsi-asumsi yang eksplisit dan jelas, yang mendasari penelitian sehingga keseluruhan ide/gagasan, teori dan konsep tidak dapat dievaluasi.
Asumsi atau anggapan dasar haruslah jelas dan dapat dijabarkan secara konkrit. Misalkan dalam sebuah penelitian dengan judul "Perbedaan prestasi belajar Aljabar Abstrak mahasiswa prodi pendidikan matematika ditinjau dari asal sekolah". Peneliti mengasumsikan bahwa pembelajaran konsep-konsep dasar aljabar yang diterima oleh mahassiswa sewaktu masih duduk di bangku SMA/MA berbeda, karena pelayanan dan kompetensi guru yang berbeda serta fasilitas yang ada juga berbeda. Sehingga cukup logis ketika simpulan penelitiannya mengatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar Aljabar Abstrak yang signifikan antara mahasiswa yang berasal dari sekolah negeri dan sekolah swasta.
#8. Kegagalan untuk mengakui keterbatasan pendekatan penelitian yang digunakan, secara tersirat atau tersurat pada kesimpulan dan bagaimana kesimpulan berlaku untuk situasi lain.
Tidak ada satu penelitian dengan metode sebaik apapun yang tertutup dari kelemahan dan kekurangan. Semua pendekatan, metode dan strategi adalah baik dan terbaik pada situasi dan kondisi tertentu. Oleh karena itu, sudah menjadi sebuah keharusan peneliti mengungkapkan kelemahan dan kekurangan atau keterbatasan penelitian yang dilakukan, baik dari segi pendekatan, metode dan lain sebagainya.
#9. Kegagalan untuk mengantisipasi hipotesis nol yang juga akan menjelaskan sebuah himpunan temuan dan yang menantang interpretasi dan kesimpulan yang dicapai oleh peneliti.
Hiptotesis nul adalah hipotesis yang diuji dalam penelitian. Maksudnya begini, ketika kita akan membuktikan bahwa seseorang itu baik/alim/sholeh, maka kita harus bisa mendatangkan bukti atau fakta yang menunjukkan bahwa orang itu bejad, jahat, tidak baik.Sehingga ketika hipotesis nul ditolak, sebenarnya bukan ditolak, tetapi tidak cukup bukti untuk mengatakan bahwa si A (subjek yang diteliti) adalah orang jahat. maka simpulannya dia adalah orang baik.
Namun terkadang, peneliti tidak mengantisipasi bukti-bukti empiris dan bukti implisit yang berlawanan dengan hipotesis yang dibuatnya, sehingga seringkali pembuktiannya pun membuat pusing tujuh keliling, kenapa demikian? apakah penelitian saya harus diulangi atau judulnya diubah sesuai dengan temuan dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar