Selasa, 02 November 2010

PENERAPAN METODE PBL BERBASIS PERFORMANCE ASSESSMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS X SMAN 1 KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN T.P. 2010/2011

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS,1999). Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.
Baca Selanjutnya.......

Jenning dan Dunne (1999:23 dalam Hudoyo, 1979:34) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna. Bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. (Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000)
Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) bermaksud untuk memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari konsep dan penyelesaian masalah yang terkait dengan materi yang diajarkan guru di sekolah. Karena pada dasarnya ilmu Matematika bertujuan agar siswa memahami konsep Matematika dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu menerapkan berbagai konsep Matematika untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari (Depdikbud: 1994).
Sudarman (2005: 68) menjelaskan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teoretis tetapi mereka miskin aplikasi. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pendidikan tidak diarahkan untuk mengembangkan dan membangun karakter serta potensi yang dimiliki. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, salah satu cara untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, pendekatan yang dianggap sesuai dengan perkembangan Ilmu Matematika adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL), karena dalam belajar berdasarkan masalah, pembelajaran didesain dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan struktur masalah real yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika yang akan dibelajarkan. Pembelajaran dimulai setelah siswa dikonfrontasi dengan struktur masalah real, dengan cara ini siswa mengetahui mengapa mereka belajar. Semua informasi akan mereka kumpulkan melalui penelaahan materi ajar, kerja praktik lab ataupun melalui diskusi dengan teman sebayanya, untuk dapat digunakan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa, karena melalui pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) siswa belajar bagaimana menggunakan sebuah proses iteratif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi-informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang mereka telah kumpulkan. William & Shelagh (dalam Yasa, 2002: 4).
Dengan menggunakan pendekatan PBL dalam pembelajaran Matematika, siswa tidak hanya sekadar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dibelajarkan.
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah dengan demikian lebih mengacu kepada aliran pendidikan konstruktivisme, dimana belajar merupakan proses aktif dari pebelajar untuk membangun pengetahuannya. Proses aktif yang dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan (skemata) yang telah dimiliki pebelajar dan ini berlangsung secara mental. Matthews (dalam Suparno, 1997:56).
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran Matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang membosankan bagi peserta didik. Hasil penelitian yang dilakukan para ahli, diantaranya Wiseman (1981:27), Nakhleh (1992:32), Kirkwood dan Symington (1996:40), menunjukkan banyak siswa yang dapat dengan mudah mempelajari mata pelajaran lain, tetapi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip Matematika (http://www.chemeng. mcmaster.ca/pbl/mat.com-2007.html) Ketidaktahuan peserta didik mengenai kegunaan Matematika dalam praktek sehari-hari menjadi penyebab mereka lekas bosan dan tidak tertarik pada pelajaran Matematika, di samping pengajar Matematika yang mengajar secara monoton, metode pembelajaran yang kurang variasi dan hanya berpegang teguh pada diktat-diktat atau buku-buku paket saja (Andreas, 1995:72).
Di lain sisi, para siswa yang diajar dengan model yang demikian itu, banyak yang kelihatan tidak bergairah, tidak memperhatikan pelajaran dengan serius, ada pula yang kelihatan mengantuk disaat jam pelajaran dimulai. Akibatnya, prestasi belajar Matematika di semua jenjang pendidikan (SMP-SMA) tidak mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu ada suatu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas akan diungkapkan dampak metode Problem Based Learning berbasis assesment kinerjaterhadap motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas X di SMAN 1 Kajen Kabupaten Pekalongan Tahun Pembelajaran 2010/2011.

Tidak ada komentar: