Selama beberapa tahun, kira-kira 11 tahun (2007-2018), penulis terlibat dalam penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan participative action research (PAR). Pemahaman konsep dan teori yang ditemukan di lapangan ternyata mengikuti perubahan sosio-kultur ekonomi masyarakat yang berlangsung dengan sangat sistematis dan terstruktur. Dari sekian banyak kerja social, termasuk di dalamnya atas kerjasama pemerintah (jejaring kekuasaan) menemukan kendala yang sangat luar biasa terutama pada pasca pendampingan. Selalu saja, atau bahkan hasil dampingan stagnan dan pathogen terhadap jejaring social yang terbangun bersama masyarakat.
Ada yang kurang/keliru dalam cara pandang kita mengenai konsep dan teori mengenai penelitian tindakan itu sendiri, beberapa diantaranya adalah: 1) prakondisi (tahap enlightenment) kurang dihayati sebagai pondasi bangunan kesadaran mutlak sebagai entitas ekologi manusia; 2) hilangnya pentahapan mengenai istilah ‘keberlanjutan’ dikarenakan masyarakat dampingan kurang atau bahkan tidak disupport untuk itu (syarat terjadinya keberlanjutan tidak dipahami). Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan dan strategi yang digunakan oleh hampir banyak peneliti/penulis barat masih berkutat pada ‘perubahan’ dalam makna positifistik. Bagaimana kemudian, peneliti/penulis cenderung menjebak diri mereka ke dalam pusaran ‘definisi perubahan sebagai penguatan ekonomi’. Pelaksanaan penelitian tindakan itu bukan lagi murni kerja social melainkan kerja-kerja ekonomis yang memposisikan masyarakat/siswa sebagai bagian dari instrument ekonomi.
Penulis sama sekali tidak menampik akan hal tersebut, tetapi kebanyakan dari kita sangatlah tidak kreatif dan inovatif dalam mencari solusi yang benar-benar menguntungkan semua pihak. Sebagai contoh, banyak pekerja social yang memandang bahwa untuk mengubah kondisi masyarakat atau melakukan rekayasa social pada komunitas masyarakat tertentu mereka harus berani mengorbankan diri mereka sendiri dan melakukan ‘bunuh diri kelas’ seperti istilah usang yang masih diyakini kebenarannya sampai hari ini oleh para aktifis sebagai senjata yang paling ampuh bagi terciptanya perubahan itu sendiri. Namun, mereka sendiri tidak dalam posisi berubah atau mengubah dirinya menjadi lebih (tidak ada nilai tambah- value added) dengan alasan yang sangat konyol atau ketakutan yang terlalu berlebihan, mereka menghasut diri mereka sendiri ke dalam istilah dan pelabelan yang tidak sepantasnya. ‘kaum borjuasi’ atau ‘borjuis kecil’ atau apalah istilah yang sangat membingungkan.
Hal itu terjadi karena bacaan yang tidak tuntas mengenai karya-karya para tokoh sosialis seperti Marx, Lenin dan lain sebagainya. Mereka menjerumuskan diri pada konflik interest antara kapitalis dan sosialis yang semestinya tidak demikian, mereka pengkotak-kotakkan diri pada kotak Pandora sebagai jurang pemisah antara Barat dan Timur, selalu saja harus ada pembeda karena klaim perbedaan yang terlalu mengada-ada. Tidak bisakah kita menggunakan paradigm yang tumbuh kembang di negeri kita sendiri? Ya…paradigm kritis dan humanis dalam ideology yang bernama pancasila. Kenapa kita sibuk mencari bentuk yang sudah sekian lama ada dan terpikirkan oleh para founding father negeri ini?
Pemikiran Bung Karno tentang NASAKOM (Nasionalis, Agamis dan Komunis) yang akhirnya terlahir dengan nama Pancasila, telah membawa penulis untuk memecahkan konsep yang tidak tuntas dalam penelitian tindakan kelas yaitu konsep dan teori penelitian tindakan murni ala Indonesia. Buku ini tidak berbicara mengenai penemuan atau ide baru melainkan berharap suatu saat akan ada penulis yang menerapkan konsep Pancasila ke dalam penelitian tindakan. Apa yang pembaca temukan dalam buku ini adalah ruh dari penelitian tindakan itu sendiri. Kita tidak perlu mencontek atau menghafalkan teori-teori barat atau timur yang pura-pura berkonflik itu, kita hanya perlu mengembangkan kehebatan dan kelebihan yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa ini. Semua manusia di muka bumi ini pasti mengakui bahwa Indonesia adalah negeri surga, konsekuensi logis dari fakta itu adalah ada tanggung jawab yang besar untuk suatu perubahan.
Ada empat komponen yang penulis katakan sebagai ruh perubahan dalam penelitian tindakan, yaitu (1) pencerahan/penyadaran, (2) penguatan, (3) kemandirian dan (4) keberlanjutan. Keempat komponen ini harus ada dalam program pendampingan atau penelitian tindakan partisipatif.
1. Pencerahan (Enlightenement)
Pencerahan atau penyadaran adalah upaya untuk membangkitkan pengetahuan (dalam kehidupan sehari-hari) dan pengalaman sebelumnya menuju suatu tujuan (proyeksi masa depan) kepada kesamaan persepsi mengenai diri dan segala entitas di luar diri. Makna kata enlightenment dalam https://www.xamux.com/online-translator.php diartikan sebagai pendidikan yang menghasilkan pemahaman dan penyebaran pengetahuan.
2. Empowerment (Penguatan/pemberdayaan)
Komponen kedua dari penelitian tindakan kelas adalah empowerment (penguatan, pendampingan, dan pemberdayaan). Penguatan dalam buku ini, bukan dimaknai sebagai kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memberikan kekuatan kepada siswa atau masyarakat atas kekurangan yang dimilikinya, melainkan siswa atau masyarakat harus dipandang sebagai komunitas yang memiliki kekuatan-kekuatan sendiri berdasarkan potensi yang dimilikinya, baik secara individual maupun kelompok, lalu guru atau fasilitator dengan ilmu pengetahuan dan jejaring yang dimiliki menggalang atau bersama-sama dengan siswa/masyarakat menjalin system jejaring yang dapat mengarahkan siswa atau masyarakat ke dalam perubahan yang berarti di masa depan.
3. Kemandirian (Idenpendenly)
Setelah melalui tahap pencerahan dan penguatan (dari segi teori dan praktek), maka sudah selayaknya masyarakat (subjek) penelitian diberikan ruang untuk merencanakan dan melakukan sendiri, menganalisis dan mengevaluasi tindakan yang mereka programkan menuju perubahan yang terencana, sistematis dan terukur. Intervensi peneliti (akademisi) dan praktisi pada fase ini mulai diturunkan atau dikurangi sedikit demi sedikit.
4. Sustainability (Keberlanjutan)
Keberlanjutan program sangat tergantung dari kemampuan berpikir kritis dan kreatif masyarakat (subjek penelitian), untuk itu perlu sejak awal ditanamkan kedua kemampuan ini.
Gambar berikut menunjukkan posisi komponen-komponen tersebut dalam penelitian tindakan partisipatif.
Muhammad Ali Gunawan (2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar