Rabu, 19 Agustus 2009

Pengaruh Metode PBL Terhadap Hasil Belajar Biologi

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMAN NW PANCOR TAHUN PEMBELAJARAN 2007/2008

Oleh MUHAMMAD ALI GUNAWAN

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBL_Problem Based Learning) terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor, 2) Untuk menguji keunggulan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dibandingkan dengan model pengajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X1 dan X2. Rancangan penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (quasi eksperimen), dengan rancangan eksperimen tes awal tes dan akhir kelompok kontrol tanpa acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Model pembelajaran berbasis masalah (PBL_Problem Based Learning) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor, 2) Hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) lebih tinggi dibandingkan yang diajar dengan model pengajaran konvensional.


I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini, pembelajaran Biologi masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru.  Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.  Guru menjelaskan IPA hanya sebatas produk dan sedikit proses.  Salah satu penyebabnya adalah padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku.  Padahal, dalam membahas IPA khususnya Biologi tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum.  Oleh karena itu, alat peraga/praktikum sebagai alat media pendidikan untuk menjelaskan materi kajian Biologi sangat diperlukan.  Pembelajaran Biologi dengan menggunakan alat peraga sangat efektif untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai limiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 
Tujuan ilmu Biologi secara umum adalah agar siswa memahami konsep Biologi dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu menerapkan berbagai konsep Biologi untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari (Depdikbud: 1994). 
Sudarman (2005: 68) menjelaskan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teoretis tetapi mereka miskin aplikasi. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pendidikan tidak diarahkan untuk mengembangkan dan membangun karakter serta potensi yang dimiliki. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif.
Salah satu cara untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan.  Dalam hal ini, pendekatan yang dianggap sesuai dengan perkembangan Ilmu Biologi adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL), karena dalam belajar berdasarkan masalah, pembelajaran didesain dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan struktur masalah real yang berkaitan dengan konsep-konsep IPA (biologi) yang akan dibelajarkan. Pembelajaran dimulai setelah siswa dikonfrontasi dengan struktur masalah real, dengan cara ini siswa mengetahui mengapa mereka belajar. Semua informasi akan mereka kumpulkan melalui penelaahan materi ajar, kerja praktik lab ataupun melalui diskusi dengan teman sebayanya, untuk dapat digunakan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dimaksudkan untuk meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa, karena melalui pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) siswa belajar bagaimana menggunakan sebuah proses iteratif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi-informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang mereka telah kumpulkan. William & Shelagh (dalam Yasa, 2002: 4).
Dengan menggunakan pendekatan PBL dalam pembelajaran  biologi, siswa tidak hanya sekadar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dibelajarkan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran biologi masih dianggap sebagai pelajaran yang membosankan bagi peserta didik.  Hasil penelitian yang dilakukan para ahli, diantaranya Wiseman (1981), Nakhleh (1992), Kirkwood dan Symington (1996), menunjukkan banyak siswa yang dapat dengan mudah mempelajari mata pelajaran lain, tetapi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip biologi (http://www.chemeng. mcmaster.ca/pbl/bio.com-2007.html) Ketidaktahuan peserta didik mengenai kegunaan biologi dalam praktek sehari-hari menjadi penyebab mereka lekas bosan dan tidak tertarik pada pelajaran biologi, di samping pengajar biologi yang mengajar secara monoton, metode pembelajaran yang kurang variasi dan hanya berpegang teguh pada diktat-diktat atau buku-buku paket saja (Andreas, 1995). Hasil diskusi dan observasi yang dilakukan terhadap beberapa sekolah swasta di lingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantrean Darunnahdlatain (YPH-PPD) NW Pancor menunjukkan hal yang sama dengan apa yang diungkap oleh Andreas di atas. Sangat jarang guru menggunakan model atau memberikan materi pembelajaran dengan pola yang bervariasi, mereka (guru) sebagian besar menilai bahwa dengan banyaknya model pembelajaran serta pendekatan yang digunakan sekarang ini, memperlambat pencapaian target pembelajaran atau tidak cukup waktu untuk menyesuaikan model dengan waktu kalender yang telah ditentukan. Alasan ini menjadikan para guru tetap menggunakan pola-pola yang monoton, seperti ceramah dan mencatat/menkopi materi yang ada dibuku ajar sampai habis.
Di lain sisi, para siswa yang diajar dengan model yang demikian itu, banyak yang kelihatan tidak bergairah, tidak memperhatikan pelajaran dengan serius, ada pula yang kelihatan mengantuk disaat jam pelajaran dimulai. Akibatnya, prestasi belajar biologi di semua jenjang pendidikan (SMP-SMA) tidak mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu ada suatu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud di atas, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap metode-metode pembelajaran yang ada sekarang ini, khususnya metode pembelajaran berbasis masalah dalam kaitannya dengan hasil/prestasi belajar biologi.


I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran berbasis masalah (PBL_Problem Based Learning) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor?
2. Apakah hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) lebih baik dibandingkan yang diajar dengan model pengajaran konvensional?

I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBL_Problem Based Learning) terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor.
2. Untuk menguji keunggulan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dibandingkan dengan model pengajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan hasil penelitian ini dapat dispesifikasikan menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pijakan dalam memecahkan masalah belajar yang dialami siswa SMA. Masalah tersebut berupa fakta empiris rendahnya prestasi belajar siswa akibat model pengajaran yang digunakan selama ini yakni model pembelajaran konvensional, ternyata model konvensional belum bisa menjawab secara optimal persoalan-persoalan dimaksud. Oleh karena itu diperlukan perubahan model pembelajaran yang dapat diterapkan sebagai model alternatif pencapaian hasil belajar yang optimal. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian berikutnya, terutama penelitian atau kajian yang membahas masalah model pembelajaran khususnya model pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan secara praktisnya, dapat: a) memberikan ruang kepada siswa untuk melakukan perubahan sekaligus menilai kebiasaan mereka belajar di sekolah, dan b) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki metode pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.

II. Landasan Teori
II.1 Hakikat Belajar Mengajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991: 2).  Definisi ini menyiratkan dua makna.  Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.  Kedua,  perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.  Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan.  Misalnya, ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, keterampilannya meningkat, sikapnya semakin positif, dan sebagainya.  Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku tanpa usaha dan tanpa disadari bukanlah belajar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar.  Hal ini berarti bahwa belajar pada hakikatnya  menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar yaitu pemerolehan pengetahuan baru.
Piaget (dalam Suparno, 1997) berpandangan bahwa pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari seseorang/pebelajar terhadap lingkungan. Menurut Piaget pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif.  Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi.   Selanjutnya, Piaget (dalam Bell, 1981: Stiff dkk., 1993) berpendapat bahwa  skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah  yang disebut pengetahuan.  Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep, dan sebagainya) atau pengalaman baru ke dalam  struktur kognitif (skemata) yang sudah dimiliki seseorang.  Akomodasi adalah proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata tersebut.  Hal itu, dikarenakan informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada.  Jika informasi baru, betul-betul tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk skemata baru yang cocok dengan informasi itu.  Sebaliknya, apabila informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemta yang telah ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga cocok dengan informasi baru itu. 
Dengan kalimat lain, pandangan Piaget di atas dapat dijelaskan bahwa apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (struktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru.  Sedangkan apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru.  
            Dengan demikian, asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek penting dari proses yang sama yaitu pembentukan pengetahuan.  Kedua proses itu merupakan aktivitas secara mental yang hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita.  Seseorang menstruktur hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun bergantung pada realita yang dihadapinya.  Jadi adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama yang disebut proses asimilasi-akomodasi sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran seseorang. 
          Pengikut aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner.  Meskipun Bruner mengklaim bahwa ia bukan pengikut Piaget tetapi teori-teori belajarnya sangat relevan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir  seperti yang dikemukakan Piaget.  Salah satu  teori belajar Bruner  yang mendukung paham konstruktivisme adalah teori konstruksi.  Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk  memulai belajar konsep dan prinsip dalam biologi adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.  Hal ini perlu dibiasakan sejak anak-anak masih kecil (Bell, 1981: 143). 
Dari uraian ini dapat dikatakan bahwa dalam belajar sebenarnya siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan informasi dan pengalaman baru yang diperolehnya. Dengan demikian, guru sebagai pengajar tidak semestinya menganggap siswa sebagai kumpulan kertas yang kosong. Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang diharapkan melalui pandangan ini, diperlukan pemikiran yang harus disadari oleh guru, antara lain:
1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan
2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat
3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa
4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar
5. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.
(Suparno, 1997: 66)
Kaitannya dengan pembelajaran biologi di SMA. Terdapat beberapa tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2004):
1. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi
5. Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri
6. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia
7. Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.

II.2 Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Sudarman (2005: 69) mendefinisikan Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran..
Lebih lanjut, Sudarman menjelaskan bahwa landasan teori PBL adalah kolaboratisme, suatu perspektif yang berpendapat bahwa mahasiswa atau siswa akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut juga mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi fasilitator-siswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan individual. James Rhem (www.ntlf.com/html/pi/9812/pbl_1.htm - 18k-11/05/2007) mengatakan bahwa :
In some ways what PBL is seems self-evident: it's learning that results from working with problems. Official descriptions generally describe it as "an instructional strategy in which students confront contextualized, ill-structured problems and strive to find meaningful solutions."

Dari pendapat di atas, dapat dilihat bahwa PBL memiliki gagasan terhadap pencapaian hasil belajar yang maksimal jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan autentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar peserta didik memiliki pengalaman sebagaimana nantinya mereka menghadapi kehidupan profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam model pembelajaran Kolb (dalam Sudarman, 2005: 69) yang menekankan bahwa pembelajaran akan efektif bila dimulai dengan pengalaman kongkret. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyusunan konsep tentang permasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupakan dasar untuk pembelajaran. Aspek penting dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan permasalahan dan permasalahan tersebut akan menentukan arah pembelajaran dalam kelompok.
Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran, peserta didik di dorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan. Salah satu keuntungan PBL adalah peserta didik didorong untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian mengembangkan keterampilan pembelajaran yang independen untuk mengisi kekosongan yang ada. Hal tersebut merupakan pembelajaran seumur hidup karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke sejumlah topik pembelajaran yang lain, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Retman (dalam Sudjana, 2005:139) mengemukakan bahwa kegiatan belajar perlu mengutamakan pemecahan masalah karena dengan menghadapi masalah peserta didik akan didorong untuk menggunakan pikiran secara kreatif dan bekerja secara intensif untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Pendapat ini sesuai pula dengan penegasan Freire bahwa dalam kegiatan belajar yang efektif maka upaya pengemukaan masalah (problem possing) menjadi inti kegiatan belajar kelompok.
Masalah yang digunakan dalam pembelajaran memiliki arti tersendiri. Masalah yang dimaksud di sini ialah suatu “jarak antara sesuatu keadaan pada saat ini dengan keadaan yang diinginkan di masa yang akan datang (Sayers, dalam Sudjana, 2005:140). Sesuatu itu dapat berwujud pendidikan, kesehatan, pendapatan, pekerjaan, dlsb. Kedua keadaan itu dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Gambar 1
Skema Pemecahan Masalah
A
B
C



Sudjana (2005:140)

Beberapa ciri penting dari pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah sebagai berikut. Brooks, dkk. (dalam Yasa, 2002: 10):
1) Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan masalah, sehingga pebelajar diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasikan permasalahan.
2) Adanya keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu: Pertama, masalah harus memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dengan kandungan materi yang dibahas. Kedua, permasalahan harus bersifat real sehingga dapat melibatkan pelajar tentang kesamaan dengan suatu permasalahan.
3) Adanya presentasi permasalahan, pebelajar dilibatkan dalam memperesentasikan permasalahan sehingga pebelajar merasa memiliki permasalahan tersebut.
4) Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini maka peran fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir para pebelajar dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu pebelajar untuk menjadi mandiri.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukan oleh pakar di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu proses pembelajaran yang mengutamakan tujuan, di dalam PBL tujuan adalah sangat penting karena menyangkut formulasi permasalahan, tujuan pembelajaran siswa, dan penilaian. Salah satu cara untuk mengembangkan tujuan adalah menyatakan segala sesuatu yang harus dimiliki oleh para siswa setelah selesai mengikuti pelajaran dalam hal pengetahuan (berkaitan dengan kandungan materi pembelajaran), keterampilan (berkaitan dengan kemampuan siswa mulai dari mengajukan pertanyaan, penyusunan esai, searching basis data, dan presentasi makalah), dan sikap (berkaitan dengan pemikiran kritis, keaktifan mendengar, sikap terhadap pembelajaran dan respeknya terhadap argumentasi siswa lain).

II. Pengertian Hasil belajar
Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang “respons” hasil pengukurannya tergolong pendapat (judgment), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah (Suryabrata, 2000: 19).
Soedijarto (1993: 49) menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Briggs (1979: 149) menyatakan bahwa, hasil belajar adalah seluruh kecakap-an dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Sedang menurut Sudjana (2004: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Sudjana (1991: 22) mengemukakan bahwa, dalam sistem pendidikan nasio-nal rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Di samping itu hasil belajar dapat dioperasionalisasikan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, dan predikat keberhasilan (Azwar, 1996: 44).
Dari definisi tersebut di atas, tidak ada kontradiksi makna, bahkan pengertian satu dengan yang lain saling melengkapi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur dan berwujud penguasaan ilmu pengetahuan, sikap keterampilan, dan nilai-nilai yang dicapai oleh siswa sebagai hasil dari proses belajar di sekolah.
Dalam penelitian ini, hasil belajar diartikan sebagai hasil tes prestasi terbatas pada ranah kognitif saja. Menurut Benjamin S. Bloom, ranah kognitif terdiri dari: pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta nilai-nilai dapat diukur tinggi rendahnya dengan jalan memberi tugas-tugas kepada siswa yang relevan dengan sasaran yang diinginkan. Hasil belajar yang diperoleh siswa dalam suatu mata pelajaran dinyatakan dalam bentuk nilai yang disebut hasil belajar.



III. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan desain eksperimental yaitu quasi eksperiment (Eksperimen semu). Hal ini dikarenakan kemampuan peneliti dalam mengamati perilaku obyek penelitian sangat terbatas terutama ketika siswa berada di luar sekolah (rumah), peneliti juga tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui persepsi obyek penelitian terhadap perlakuan secara pasti atau dapat dikatakan bahwa peneliti tidak bermaksud dan tidak memiliki kemampuan untuk mengubah kelas dan kondisi yang sudah ada.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA NW Pancor. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X yang ada di SMA NW Pancor, tahun pembelajaran 2007/2008 (Data populasi terlampir)
Pengambilan sampelnya menggunakan teknik random sampling. Langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut: pertama, dari 5 kelas X yang ada di SMA NW Pancor, dipilih dua kelas secara random sebagai kelompok eksperimen dan kontrol. Kedua, dari dua kelas tersebut dirandom lagi untuk mendapatkan mana kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen (kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dan mana kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok kontrol (kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional).
Dari hasil randomisasi yang dilakukan kelas X1 dan X2 ditetapkan menjadi sampel penelitian. Jumlah dan data sampel diberikan pada tabel berikut:
Tabel 3.1: Data Jumlah Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Total
L P
1 Kelas X1 (kelompok kontrol) - 33 33
2 Kelas X2 (kelompok eksperimen) - 33 33
Jumlah total 66

III.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (quasi eksperimen), dengan rancangan eksperimen tes awal tes dan akhir kelompok kontrol tanpa acak. Rancangan ini dilakukan pada subyek kelompok tidak dilakukan acak (Sudjana dan Ibrahim, 2001: 44). Rancangan ini dipilih karena eksperimen dilakukan di kelas tertentu dengan kelas yang telah ada. Dalam menentukan subyek untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak memungkinkan mengubah kelas yang telah ada. Dengan demikian randomisasi tidak bisa dilakukan. Dalam menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak terhadap kelas yang ada.
Rancangan eksperimen ditunjukkan seperti Gambar 3.1

Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen
Kontrol T1
T1 X
_ T2
T2
Rancangan Tes awal Tes akhir Kelompok kontrol tanpa acak
Dimana T1 = Tes awal, T2 = Tes akhir, dan X = Perlakuan.
.
IV. HASIL PENELITIAN
Untuk mendapatkan gambaran mengenai karaketristik distribusi skor dari masing-masing variabel, berikut disajikan skor tertinggi, skor terendah, harga rerata, simpangan baku, varians, median, modus, histogram, dan kategorisasi masing-masing variabel yang diteliti. Untuk memudahkan mendeskripsikan masing-masing variabel di bawah ini disajikan rangkuman statistik deskriptif seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.1 : Rangkuman Statistik Deskriptif Variabel Hasil Belajar Siswa yang Menggunakan Metode PBL (X1) dan Metode Konvensional (X2)

STATISTIK METODE PBL (X1) METODE KONVENSIONAL (X2)
Mean
Median
Standar Deviasi
Varians
Rentangan
Skor Minimum
Skor Maksimum 67.36
68
15.99
255.99
74
99
25 58.73
56
18.30
334.892
84
94
10


A.1 Data Hasil Belajar Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Data hasil belajar siswa yang menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (PBL) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap responden menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai responden adalah 99 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai yaitu 100 sedangkan skor terendah yang dicapai responden adalah 25 dari skor terendah yang mungkin dicapai yaitu 0. Distribusi frekuensi skor hasil belajar siswa yang menggunakan metode PBL ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa Yang Menggunakan Metode PBL


Kelas Interval

Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Relatif Frekuensi Kumulatif
25 - 36 30.5 1 0.03 3.03
37 - 48 42.5 3 0.09 9.09
49 - 60 54.5 4 0.12 12.12
61 - 72 66.5 15 0.45 45.45
73 - 84 78.5 6 0.18 18.18
85 - 96 90.5 4 0.12 12.12
Jumlah 33 1.00 100.00

Dari tabel di atas dapat diamati bahwa pengelompokan frekuensi terbanyak untuk variabel penggunaan metode PBL (X1) terletak di sekitar rata-rata dengan frekunesi sebesar 15. Untuk lebih memudahkan dalam membaca tabel di atas, berikut disajikan grafik histogram distribusi frekuensi variabel metode PBL berikut ini:
90.5
78.5
66.5
54.5
42.5
30.5
Frequency
14
12
10
8
6
4
2
0
Std. Dev = 16.00
Mean = 67.4
N = 33.00

Gambar 4.1: Histogram Hasil Belajar Siswa Yang diajar dengan Menggunakan Metode PBL

Dari hasil perhitungan tendensi sentral diperoleh harga rata-rata sebesar 67.40, simpangan baku sebesar 16.00, median sebesar 68.00. (perhitungan dapat dilihat pada lampiran)
Untuk menentukan kecenderungan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL, terlebih dahulu dihitung mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi). Mi = ½ x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) = ½ (100 + 0) = 50. SDi = 1/6 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) = 1/6 x (100 – 0) = 16.67. berdasarkan hasil perhitungan tersebut selanjutnya disusun klasifikasi skor hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL. Seperti berikut:

Kriteria Kualifikasi
> 75 Sangat Tinggi
58.33 – 75 Tinggi
41.67 – 58.33 Sedang
25 – 41.67 Rendah
< 25 Sangat Rendah

Secara umum rata-rata skor hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL di SMA NW Pancor diperoleh sebesar 67.40 dengan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 16,00. Hasil ini menunjukkan bahwa kecenderungan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL di SMA NW Pancor dapat dikatakan Tinggi yakni berada pada rentangan 58,33 sampai dengan 75 dari skor ideal.
A.2 Data Hasil Belajar Siswa yang Diajar Menggunakan Metode Konvensional

Skor hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap responden menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai responden adalah 94 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai yaitu 100 sedangkan skor terendah yang dicapai responden adalah 10 dari skor terendah yang mungkin dicapai yaitu 0. distribusi frekuensi skor hasil belajar siswa yang menggunakan metode Konvensional ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa Yang Menggunakan Metode KONVENSIONAL

Kelas Interval

Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Relatif Frekuensi Kumulatif
10 - 23 16.5 1 0.03 3.03
24 - 37 30.5 2 0.06 6.06
38 - 51 44.5 5 0.15 15.15
52 - 65 58.5 15 0.45 45.45
66 - 79 72.5 6 0.18 18.18
80 - 93 86.5 4 0.12 12.12
Jumlah 33 1.00 100.00


Dari tabel di atas dapat diamati bahwa pengelompokan frekuensi terbanyak untuk variabel penggunaan metode Konvensiona (X2) terletak di sekitar rata-rata dengan frekunesi sebesar 15. untuk lebih memudahkan dalam membaca tabel di atas, berikut disajikan grafik histogram distribusi frekuensi variabel metode Konvensional berikut ini:
86.5
72.5
58.5
44.5
30.5
16.5
Frequency
15
12
9
6
3
0
Std. Dev = 18.30
Mean = 58.7
N = 33.00



Gambar 4.2: Histogram Hasil Belajar Siswa Yang diajar dengan Menggunakan Metode Konvensional

Dari hasil perhitungan tendensi sentral diperoleh harga rata-rata sebesar 58,70 simpangan baku sebesar 18.30, median sebesar 56. (perhitungan dapat dilihat pada lampiran)
Untuk menentukan kecenderungan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode Konvensional, terlebih dahulu dihitung mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi). Mi = ½ x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) = ½ (100 + 0) = 50. SDi = 1/6 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) = 1/6 x (100 – 0) = 16.67. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut selanjutnya disusun klasifikasi skor hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional. Seperti berikut:

Kriteria Kualifikasi
> 75 Sangat Tinggi
58.33 – 75 Tinggi
41.67 – 58.33 Sedang
25 – 41.67 Rendah
< 25 Sangat Rendah

Secara umum rata-rata skor hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode Konvensional di SMA NW Pancor diperoleh sebesar 58,70 dengan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 18.30. Hasil ini menunjukkan bahwa kecenderungan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional di SMA NW Pancor dapat dikatakan Tinggi yakni berada pada rentangan 58,33 sampai dengan 75 dari skor ideal.
VI.1 UJI HIPOTESIS
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning_PBL) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor.
2. Hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pengajaran langsung.
Uji hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji regresi liniear sederhana dan uji-t (uji beda) dengan rumus :

Dari hasil penelitian diperoleh data sebagaimana dipaparkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.6 : Data hasil penelitian (sebelum dan sesudah) perlakuan pada variabel kontrol dan variabel eksperimen.

NO PBL KONVENSIONAL
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
1 44 55 58 59
2 56 71 30 31
3 88 85 80 81
4 44 70 62 62
5 52 69 62 64
6 46 64 53 53
7 78 99 52 53
8 40 68 39 41
9 42 71 74 72
10 38 49 54 54
11 54 65 92 94
12 56 65 37 39
13 71 78 30 31
14 50 60 15 10
15 63 71 58 63
16 70 83 40 42
17 59 67 41 43
18 24 39 89 91
19 50 62 55 56
20 82 91 50 53
21 78 92 65 66
22 56 67 54 55
23 60 73 60 63
24 18 25 77 78
25 28 37 74 77
26 46 64 54 50
27 68 75 78 79
28 43 59 56 54
29 38 47 90 91
30 70 84 58 55
31 64 72 60 58
32 73 84 54 54
33 40 62 67 66
  54.21212121 67.36363636 58.12121212 58.72727273
 SD2 284.6098485 255.9886364 315.6723485 334.8920455

Dari tabel tersebut di atas diperoleh dua gambaran mengenai variabel yang diteliti, untuk itu dipaparkan secara terpisah.
1) Hasil Uji Analisis Regresi Variabel Eksperiman (PBL)
Setelah dilakukan analisis dengan bantuan program SPSS10 for Windows diperoleh koefisien regresi seperti tampak pada tabel berikut:

Angka yang tertera pada tabel di atas, apabila dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi, akan membentuk persamaan matematis:

Persamaan garis ini membentuk garis liniear antara sebelum (x) dan sesudah (y) perlakuan sebagaimana tampak dalam diagram pencar berikut:

Observed Cum Prob
1.00
.75
.50
.25
0.00
Expected Cum Prob
1.00
.75
.50
.25
0.00

Gambar 4.3: Garis Regresi antara hasil belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan dengan metode PBL



Hasil ini belum dapat dikatakan, apakah garis liniear ini signifikan ataukah tidak, dalam artian apakah variabel model pembelajaran berbasis masalah (PBL) berpengaruh secara signifikan ataukah tidak terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor. Hal ini harus dibuktikan dengan melihat nilai F hitung dan nilai determinan yang dihasilkan seperti tampak berikut ini:

Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai F hitung pada tabel ANOVA diperoleh 169.988 dengan signifikansi 0,000. hasil ini akan sama dengan hasil perbandingan antara harga F hitung dengan F tabel (dk = 1;31) yaitu 169,988 > 4.16 hal ini dapat dikatakan bahwa koefisien regresi berarti. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah variabel eksperimen berpengaruh secara signifikan dan berapa besar kontribusi variabel tersebut terhadap varaibel kriteriumnya dapat dilihat pada tabel berikut:


Dari hasil tersebut diperoleh nilai determinan sebesar 0,846. yang berarti bahwa variabel eksperimen dapat memprediksi hasil belajar sebesar 84.6% atau model pembelajaran berbasis masalah dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor sebesar 84.6%.

2) Hasil Uji Analisis Regresi Variabel Kontrol (Konvensional)
Untuk variabel kontrol diperoleh nilai koefisien regresi sebagai berikut:

Dengan persamaan garis regresi sederhana :

Observed Cum Prob
1.00
.75
.50
.25
0.00
Expected Cum Prob
1.00
.75
.50
.25
0.00
Apabila data sebagaimana di atas (lihat tabel 3.7) dimasukkan ke dalam persamaan garis ini, membentuk diagram pencar sebagai berikut:
Gambar 4.4: garis regresi antara hasil belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan dengan metode konvensional

Hasil uji regresi selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai F hitung yang dihasilkan sebesar 2405.682 dengan signifikansi 0,000. Atau F hitung > F tabel yaitu 2405.682 > 4.16 ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan diberikan pada variabel kontrol (metode konvensional). Dan untuk mengetahui seberapa besar variabel kontrol mempengaruhi hasil belajar dapat dilihat pada nilai determinan berikut:


Dari tabel di atas diperoleh nilai R (determinan) sebesar = 0,987. yang berarti bahwa kontribusi variabel kontrol terhadap variabel hasil belajar sebesar 98.7%, yang berarti juga bahwa hasil belajar siswa dapat diprediksikan oleh variabel model pembelajaran konvensional sebesar 98,7%.
Kedua hasil yang ditunjukkan oleh variabel eksperimen dan variabel kontrol tersebut di atas, cukup jauh berbeda. Di mana kontribusi variabel eksperimen (PBL) lebih kecil daripada variabel kontrol (Konvensional) yaitu 84.6% dan 98,7%. Namun hasil ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Untuk mengetahui hal ini, dilakukan uji-t (uji beda) dengan rumus:



Dasar pengambilan keputusan:
Jika nilai thitung > nilai ttabel, maka Ho ditolak artinya hipotesis penelitian diterima.
Jika nilai thitung < nilai ttabel, maka Ho ditolak artinya hipotesis penelitian tidak diterima.
Tingkat signifikansi = 0.05. db (derajat kebebasan) = n1 + n2 – 2 = 64
Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh t hitung = 2.01. dan t tabel = 1,30. atau thitung > ttabel sehingga hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Dari hasil penelitian dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Model pembelajaran berbasis masalah (PBL_Problem Based Learning) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA NW Pancor.
2. Hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) lebih tinggi dibandingkan yang diajar dengan model pengajaran konvensional.

V. SIMPULAN
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional dengan metode PBL. Dan hipotesis penelitian yang mengatakan bahwa : (1) Hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada dengan model pengajaran langsung. (2) Hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pengajaran langsung diterima karena skor nilai rata-rata (mean) siswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL lebih baik dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional di SMA NW Pancor.

VI. SARAN
Agar hasil belajar Biologi siswa menjadi lebih baik, perlu dilakukan telaah kritis terhadap kebutuhan belajar siswa, dimana siswa dijadikan siswa sebagai subyek belajar dalam proses belajar mengajar bukannya sebagai obyek yang siap menerima apapun yang disampaikan guru di dalam kelas. Untuk itu disarankan agar:
1. Guru biologi lebih banyak membuka dan membaca informasi terbaru mengenai program pembelajaran lebih khususnya menyangkut metode pembelajaran Biologi melalui internet, buku dan koran. Sehingga apa yang disampaikan di dalam kelas nantinya match (sesuai) dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian juga proses pembelajaran akan semakin lancar.
2. Siswa sebaiknya dibiasakan untuk berpikir mandiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri melalui media pembelajaran yang sudah disediakan oleh guru maupun orang tua di rumah. Dalam hal ini, guru sebaiknya menjadi fasilitator, kawan, dan atau saudara bagi peserta didik yang selalu siap memberikan arahan ketika siswa menemukan masalah dalam proses berpikirnya
DAFTAR PUSTAKA

Adang, J.S. 1995. Mengembangkan Kreativitas Dalam Berpikir Melalui Pengajaran Biologi. Jurnal Pengajaran MIPA. Bandung: IKIP.
Andreas, Dhany. 1995, 8 September. Pelajaran MIPA Perlu Disosialisasikan. Jaya Karta. (http://www.depdiknas.go.id/jurnal/40/Implementasi%20 Pendekatan%20Sains-Teknologi-Masyarakat.htm-24/11/2007)
Aqib Zainal, 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, Insan Cendikia, Surabaya.

Amien Moh. 1987. Mengajarkan IPA Dengan Menggunakan Model Discovery dan Inquiry. Jakarta: PPLPTK.

Anastasi, Anne dan Susana Urbania. 1997. Tes Psikologi Jilid I. Terjemahan Robertus Hariono. S. Imam. 1997. Pshycological Testing. Jakarta: PT. Prehallindo.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian, PT. Rineka Cipta, Jakarta

------------------------, 2005 Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Cetakan kelima, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

------------------------, 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Bina Aksara, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi & Safruddin Abdul Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Azwar, Saipuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

Briggs, Leslie J. 1979. Instructional Design: Principles and Aplication. Engelwood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,Inc.

Cruickshank, Donald R. 2004. Pengajaran Reflektif, Penterjemah: Tisno Hadisubroto, Cetakan Kelima, SIC, Surabaya.

Depdiknas, 2002. Kecakapan Hidup Life Skill Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas, SIC, Surabaya.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Azwan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Gulo. W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hamalik, Oemar, 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Cetakan ketiga, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Hanafiah, Kemal Ali, 2004.Rancangan Percobaan Teori & Aplikasi, Cetakan kesembilan, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Hudoyo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.
------------------. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP    Malang
Kardi S.Nur, M. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA Univeristy Press.

Majid, Abdul. 2006. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Cetakan kedua, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mandalika & Usman Mulyadi, 2004. Dasar-Dasar Kurikulum, Cetakan keempat, SIC, Surabaya.

Montmogery, D.C. 1984. Design and Analysis of Experiment. Second edition. New York: John Wiley & Sons
Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Students Don’t Learn Chemistry. Journal of Chemical Education, 69(3):191-196. ( Pendekatan%20Sains-Teknologi-Masyarakat.htm-11/03/2005)
Nurgiyantoro, Burhan, Gunawan & Marzuki. 2002. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nurkancana, Wayan & PPN. Sunartana, 1990. Evaluasi Hasil Belajar, Usaha Nasional, Surabaya.

Putu Yasa, 2002. “Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Dengan Pendekatan Kelompok Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Fisika Siswa Kelas III SLTP Negeri 2 Singaraja”. Tesis: Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IKIP Negeri Singaraja Desember 2002.

Raka Joni, 1997. Teori Mengajar dan Psikologi Belajar. Buletin Guru No. 7.

Riduwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung.

Riduwan & Akdon, 2006. Rumus dan Data Dalam Aplikasi Statistika Untuk Penelitian (Administratif Pendidikan-Bisnis-Pemerintahan-Sosial-Kebijakan-Ekonomi-Hukum-Manajemen-Kesehatan), Alfabeta, Bandung.

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan, Cetakan Kedua, SIC, Surabaya.

Roestiyah N.K., 2001. Strategi Belajar Mengajar, Cetakan keenam, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Schunk, Dale H., 1991. Learning Theories: An Educational Perspective, Macmillan Publishing Company, New York.

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Cetakan Keempat, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Soeharto, Karti, dkk. 2004. Komunikasi Pembelajaran Peran & Ketrampilan Guru-guru Dalam Kegiatan Pembelajaran, Cetakan kelima, SIC, Surabaya.

-------------------------, 2003. Teknologi Pembelajaran Pendekatan Sistem, Konsepsi dan Model, SAP, Evaluasi, Sumber Belajar dan Media, Cetakan ketiga, SIC, Surabaya.

Sudarman, 2005. “Problem Based Learning Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”. Artikel Ilmiah FKIP Universitas Mulawarman Samarinda.

Sudijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka

Sudjana, 1986. Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.

Sudjana, H.D., 2005. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, Falah Production, Bandung.

Sugiyono, 2005. Statistika Untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung.

Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kabudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kasinus.

Suryabrata, Sumadi, 2004. Psikologi Pendidikan, Cetakan Keduabelas, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

------------------, 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis, Andi Offset, Yogyakarta.

Wazni, Muhammad Khairul. 2007. ”Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Penalaran Formal dan Penulisan Karya Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Sains di SMP”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA). Singaraja.

Wijaya, Cece., Tabrani Rusya. 1992. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Winarsunu, Tulus, 2004. Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Winkel, W.S. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia

Woolfolk, Anita E. 1993. Educational Pshycology. Bonston. Allyn and Bacon.

Zaenal Arifin. 1989. Evaluasi Instruksional. Jakarta: Gramedia

Tidak ada komentar: